Always On Standby || Cerpen 2020



Today it's raining again and again my city. People passing by looked at me strangely. I, here are still faithfully waiting for him in this park. Here was the first time we met and in this park we also separated. Masih berputar di memoriku, saat ia mengucapkan janji-janji manisnya. Ia berjanji, akan kembali padaku dan aku juga berjanji akan setia menungunya di taman ini.

Sudah sejam lamanya, aku menunggu dirinya yang tak kunjung datang. Aku tak peduli sederas apapun hujan yang sekarang menimpaku. Yang kutahu aku harus setia menunggu dan menunggunya. Mungkin sampai lelah ku kan tetap menunggu.

“Drey?” suara yang tak asing lagi bagiku, membuatku kembali lagi ke dunia nyata. Sekilas Aku menoleh padanya, lalu kulanjutkan untuk memandang ke depan. Sejenak ku menghela nafas untuk menambah ketegaranku saat ini. Maybe if I'm not strong, I'll cry with the rain this afternoon. However, I am sure that my waiting will not be in vain.

“Drey? Lo udah berapa lama di sini? Lo gak boleh hujan-hujanan kayak gini, ntar lo sakit…” ucapnya lembut. Aku yakin, aku adalah salah satu gadis yang beruntung di dunia ini. Karena, aku dikelilingi oleh orang-orang yang sangat perhatian padaku. Salah satunya, cowok yang setia hujan-hujanan di sampingku ini, Alvin. "I, still like to wait for him here Ren ..." I said quietly. For a moment, he sighed heavily. "I know you like him! Love him! But, you don't have to torture yourself! ” he said pressing every sentence that came out of his mouth.

For a moment I was stunned to hear his words. I tried, digesting the meaning of all his words. Yes! Maybe I'm a stupid girl! who hopes he returns to my arms! But really, I already love him. Perlahan, Rendy memberikan jaketnya padaku. Ku yakin ia berusaha melindungiku. Perlahan ia menarik tanganku untuk bersegera beranjak dari taman ini. Taman, yang mempunyai sejuta kenangan manisku dengannya.

****

Matahari tampak malu-malu memancarkan sinarnya. Burung-burung berkicau riang menyambut pagi cerah ini. But unlike me, I'm now lying weak on my beloved bed. I didn't move at all from the bed, because my head was a little dizzy right now. Mungkin karena kemarin sore aku hujan-hujanan dengan Rendy. Sejenak ku memandang keluar jendela. Lalu ku menatap langit biru yang sangat indah, yang bisa membuatku tersenyum walau simpul.

“Krek” seseorang, membuka pintu kamarku yang bercat biru muda ini. Mama, ia membawakanku menu sarapan yang kusukai. Mama tersenyum padaku, lalu menaruh sarapan itu di atas meja di samping ranjangku. Perlahan punggung tangan mama meraba dahiku yang sedikit panas ini.“Hari ini, kamu istirahat aja dulu sayang, ntar mama anterin surat izin kamu” ucap mama lembut. Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan mama. Perlahan mama keluar dari kamarku. Lalu, menutup pintu kamarku pelan. Aku beringsut dari posisiku, lalu perlahan ku memakan menu sarapan yang dibuat mama dengan setulus hati untukku.

“Drrrt…” Smartphoneku, tiba-tiba bergetar dari sakuku. Dengan malas ku mengambilnya. Lalu, satu pesan tampil dalam layar itu. “Huft…” sejenak ku menghela nafas berat, setelah membalas pesan dari Rendy. Aku kembali tertegun memandang wallpaper smarthphoneku. Memoriku pun kembali terulang ke masa-masa indahku bersamanya, Alvin.

Hari ini kuputuskan untuk masuk sekolah, sebenarnya tubuhku belum begitu pulih, tapi karena hari ini diadakannya UH Bahasa China, maka dengan terpaksa aku tetap mengikuti pembelajaran pada hari ini. Bell tanda masuk berbunyi, dengan malas aku duduk pada bangku barisan paling depan.

“Drey, kata anak-anak sih, kita kedatangan murid baru loh”, kata Nasywa semangat.

“Hem… yaya ” ucapku tak semangat.

“Haduh, Drey… Drey, lo tau nggak? Murid baru itu cowok, ganteng, perfect deh”

“Ya… terserah deh… lo mau ngomong apa.., gue lagi nggak mau diganggu Win…”

Ia hanya diam menanggapi ucapanku. Sejenak, suasana kelas yang seperti pasar pun jadi hening.

****

“Mohon perhatiannya… ibu akan memperkenalkan murid baru pada kalian” Aku tak mempedulikan ucapan Bu Monica, guru bahasa Chinaku itu. Aku masih sibuk mencoret-coret kertasku. Entah itu dengan tanda tangan, atau beberapa kalimat ungkapan hatiku.

“Perkenalkan nama saya Alvin Adrian, saya pindahan dari SMA Tunas Bangsa, Bandung”. DEG! Seketika badanku kaku. Lidahku kelu untuk mengucapkan satu kalimat dari hatiku. Matakupun, hampir mengeluarkan butiran beningnya, saat ku menatap cowok yang saat ini sedang memperkenalkan dirinya. Dia… Alvin orang yang kutunggu-tunggu selama ini. Oh Tuhan. akhirnya engkau mengabulkan apa yang kupinta slama ini. Mataku tak lepas memandangnya. Dan dia duduk di bangku no 2 dari 1 bangkuku.

“Tunggu, apakah ia tak mengingatku lagi? apakah ia tak mengingat masa-masa indah aku dan dia? Apakah ia tak mengingat janjinya padaku lagi? semudah itukah dia melupakanku” Batinku. Pertanyaan itu memenuhi otakku. Merusak saraf konsentrasiku pada UH Bahasa China saat ini. Beberapa kali ku meliriknya. Dan ku yakin, ia heran melihat tingkahku saat ini. Perlahan, kuhembuskan nafas, lalu kupusatkan perhatianku pada soal UH Bahasa Jepang, yang dari 10 menit lalu telah berada di mejaku.

Dengan pasti, kulangkahkan kakiku menuju bangku Daniel. Sejenak, kuhembuskan nafasku perlahan.“

“Nama lo Daniel kan?” tanyaku padanya.

“Ya, nama lo siapa?” ucapnya tersenyum padaku. Tuhan cobaan apa lagi yang Kau berikan padaku?

“Kenalin, nama gue Audrey Nathania” ucapku memperkenalkan diri, dengan setegar mungkin

“Lo, nggak ingat gue lagi ya?”, ucapku frontal. Sejenak, ia tampak berpikir. Lalu tiba-tiba ia mengerang kesakitan sambil memegang kepalanya.

“Eh, lo kenapa?” ucapku cemas. Tetapi lagi-lagi ia memegang kepalanya, lalu ia pun terduduk di bangkunya. Kuambil air botol mineral milikku, lalu kumeminta Bian untuk meminumnya.

“Sorry ya, kalu gara-gara gue lo kayak gini” ucapku menunduk.

“Nggak, ini nggak salah lo kok. Tadi gue berusaha ngingat siapa lo, tapi tiba-tiba kepala gue sakit”, ucapnya pelan. Sejenak, ku berpikir apakah ia mengalami Amnesia? Atau…

“Lo, pernah kebentur sesuatu nggak?” tanyaku hati-hati padanya.

“Hem…. pernah sekitar dua tahun yang lalu. Waktu itu gue kecelakaan. Kata dokter sih, memori gue hilang.”

“Memang kenapa?” tanya Daniel. Oh, begitu? Pantas saja, ia tak pernah kembali ke taman kota lagi.

Tuhan, apakah aku boleh mengembalikan ingatannya tentangku..? Tentang kisah aku dengannya? Walau itu hanya sedikit. Setelah mendengar penuturan dari Bian, sekarang aku tahu, ia benar-benar tidak melupakanku, tetapi takdir yang membuat dia begini. Tuhan, terimakasih telah mempertemukan aku dengannya. Walau ia kembali dengan ingatannya yang hilang. Itu tidak masalah bagiku.

****

Sore ini, aku janjian bertemu dengan Daniel. Ku berharap, ia memenuhi janjinya. Sebenarnya, aku ingin mengembalikan memorinya, dengan cara memperlihatkan padanya, barang-barang yang pernah ia berikan padaku. TAP…! seseorang menepuk pundakku. Sejenak, ku menoleh ke belakang, dan ternyata Bian. Senyumku perlahan terukir manis. Ia mengambil posisi duduk di sampingku.“Lo mau nunjukin apa ke gue Sya?”

Perlahan aku mengambil kotak berwarna biru muda, dari dalam tasku. Lalu, kuberikan padanya. Ia menatap bingung, lalu aku memberikan isyarat agar ia membuka kotak itu. Perlahan namun pasti, ia membuka kotak itu. Benda pertama ia ambil adalah kalung liontin yang berukiran namaku dan namanya. Lalu, satu persatu benda dalam kotak itu ia keluarkan.

“Ini semua, apa Drey?” tanya Alvin bingung

“Dulu, dua tahun yang lalu gue bertemu seorang cowok di sini. Dia baik banget sama gue. Waktu itu sih, ia bantuin gue nyari gelang gue yang hilang di semak-semak taman ini.”

“Lalu, apa hubungannya sama gue?”

“Lo tahu nggak? Cowok itu lo…!” Ia tersentak mendengar ucapanku. Lalu ia mengisyaratkan agar aku kembali bercerita.

“Ya, cowok itu lo, Alvin..!”

“Dua tahun yang lalu, di tempat ini awal kita bertemu. Di tempat ini juga kita berpisah. Dan saat itu lo janji akan kembali ke kota ini. Dan ketika itu juga, gue janji bakal setia nungguin lo. Nggak peduli hujan, badai yang menimpa gue” ucapku pelan dan pasti.. Dan tampak Bian mengingat-ingat sesuatu. Lalu, ia tersenyum padaku.

Aku hanya menatap aneh karena sikapnya.

“Ya..!” gue tahu semua itu. Walau gue nggak seutuhnya ingat tentang kita, tapi kita bisa ngulang kembali kan…?” ucapnya lembut padaku. Buliran bening, tiba-tiba merembes keluar tanpa kukomando. Tuhan..? Terimakasih atas semuanya Akhir ceritaku begitu manis karena rasa yakinku. Terimakasih Tuhan.

Kini, di tempat ini aku dan dia mengulang kembali masa-masa indah kami. Masa-masa yang pernah tertunda karena takdir. Dan kini jua takdir itu mempertemukan kami. Memang takdir tidak selamanya manis, dan tidak selamanya pahit. Takdir akan berkehendak sesuai dengan keyakinan kita. Dan jika kamu, menganggap takdir tak adil, itu salah besar…! Sangat besar…! Aku dan Daniel. Kami berdua. Kuharap kami akan bahagia. Kau tahu..? Bahagia akan datang sendirinya tanpa kamu ketahui. Jadi percayalah akan semua kemungkinan.

“Menunggu seseorang yang dicintai adalah suatu hal yang mungkin salah. Dan akhirnya orang yang kita cintai, membalasnya perasaan tersebut.”

~The End~

Depok, 21 April 2020
By : Cexie Alleta Vleya

Post a Comment

0 Comments