Ekspresi Cinta Sufi Rabi'ah al-Adawiyah


Dalam memperoleh kesucian hati, Rabiah mendapatkannya tidak secara instan, melainkan membutuhkan proses. Sehingga, ia mampu mendapatkan kesempurnaan cinta secara menyeluruh. Pencapaiannya ini tidak didasari taklid, tetapi merujuk pada tabiat anugerah Ilahi. Sebagaimana dikisahkan Abu al-Qasim, al-Nisaburi, pada suatu hari, Hayyunah, salah satu tokoh sufi perempuan yang mengunjungi Rabiah dan mendapatinya tertidur pada tengah malam. Kemudian, Abu Qasim menyentuh kaki Rabiah dan berkata, "Bangunlah, telah tiba waktu berkumpulnya hamba Tuhan yang mendapat hidayah, wahai pengantin dan pembesar shalat malam.

Menurut M. Smith, Rabiah adalah orang pertama yang mengenalkan doktrin cinta tanpa pamrih kepada Allah Swt. Dalam sejarah perkembangan tasawuf, hal ini merupakan konsep baru di kalangan para sufi kala itu. Konsepsi Rabiah tentang al hubb dapat ditemukan dari bait-baitnya tentang cinta. Pada suatu ketika, Rabiah ditanya pendapatnya tentang batasan cinta. la menjawab, "Cinta berbicara terkait persoalan kerinduan dan perasaan. Mereka yang merasakan cinta saja yang dapat mengenal cinta. Cinta tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Tidak mungkin orang dapat menjelaskan sesuatu yang belum dikenal terlebih dahulu. Untuk mengenali sesuatu yang belum pernah ditemuinya, cinta tidak mungkin dikenal melalui hawa nafsu, terlebih bila tuntutan cinta itu dikesampingkan. Cinta bisa membuat orang menjadi bingung dan akan menutup untuk menyatakan sesuatu. Cinta dapat mengontrol hati."

Dari penggalan ungkapan Rabiah, dikenal ada dua batasan cinta. Pertama, sebagai ekspresi cinta hamba kepada Allah Swt, cinta harus menutup diri terhadap selain Sang Kekasih atau Yang Dicinta. Kedua, menurut Rabiah, kadar cinta kepada Allah Swt. harus tidak ada mengharapkan balasan apa pun. Artinya, seseorang tidak dibenarkan mengharapkan balasan dari Allah Swt., baik pahala maupun pembebasan atau pengurangan hukuman (siksa). Sebab, yang dicari adalah melaksanakan keinginan Allah Swt. dan menyempurnakan amal ibadahnya. Oleh karena itu, kecintaan seseorang itu bisa saja diubah agar lebih tinggi tingkatannya, hingga Allah Swt. benar-benar dicintai. Melalui kadar kecintaan inilah, menurut dalam penafsiran M. Smith, Allah Swt. akan menyatakan diri-Nya dalam keindahan yang sempurna. Dan, melalui jalan cinta inilah, akhirnya jiwa yang mencintai mampu menyatu dengan Yang Dicintai dan di dalam kehendak-Nya itulah akan ditemui kedamaian.

Konsep cinta sufi yang dinisbatkan oleh Rabiah juga mengantarkannya pada penolakan pernikahan karena dianggap dapat memalingkan dari cinta hakikatnya. Hal ini dipaparkannya dalam suatu pertanyaan yang disodorkan padanya, "Ada tiga hal penyebab kebimbanganku. Apabila terdapat seseorang mampu mengantarkanku pada ketiga hal ini, maka aku akan menikah dengannya. Pertama, apabila aku wafat, aku dapat menemui-Nya dengan iman yang murni. Kedua, apabila aku mendapat catatan pahalaku dengan tangan kanan di hari akhir nanti. Ketiga, apabila telah tiba hari pembangkitan, golongan kanan akan masuk surga, dan golongan kiri akan ditenggelamkan di lautan api neraka. Di antara kedua tempat itu, siapakah yang dapat menjamin tempatku?"

Sang penyodor permasalahan hanya sekelumit menjawab, "Aku tidak mengetahui sedikit pun tentang itu. Hanya Sang Pencipta yang mengetahuinya." Lantas, Rabiah menjawab, Jika memang begitu, bagaimana mungkin aku membutuhkan pernikahan, sedang diriku masih sibuk dan bersiteguh dengan tiga perkara ini?" Rabiah telah terpaut hatinya dengan Tuhan. Tidak sedikit pun rongga hatinya diberikan kepada selain Allah Swt. Rabiah sangat sering menyenandungkan syair sufistik. 

Post a Comment

0 Comments