Misi Reina || Cerpen

Sumber gambar: Pinterest.com

Namanya Reina, dia adalah gadis yang bodoh dikelasnya tidak ada yang tahu jika ia ternyata memiliki mimpi yang membuat semua orang tidak dapat menduganya. Namun ternyata mimpi itu tidak semudah seperti mengambil angin, ia butuh niat dan otak yang pandai mengambil angin, ia butuh niat dan otak yang pandai karena itu kunci supaya ia bisa mewujudkan mimpi itu.
“Heh bodoh! Kalau jalan tuh lihat-lihat dong! Jalan tuh pakai mata bukan pakai lutut!” omel Maharani marah.
“Kalian tahu nggak kalau nilai matematika Reina berapa?” tanya Kanaya keras sengaja agar Reina mendengarnya.
“Berapa Nay?”
“Iya berapa? Gue penasaran.”
“Eh tapi palingan juga jelek kan otaknya nggak dipakai IQ nya juga jongkok!” timpal Syifa.
“Iya biasalah 0 lagi emang dia bisa dapat 100 kaya kita? Iya nggak mungkin lah kan bodoh!” ucap Kanaya penuh penekanan.
“Gini deh bodoh, gue ada misi buat lo. Kalau lo mampu dapetin nilai matematika 100 ujian nasional nanti dan lo bisa tembus SNMPTN lo boleh minta apapun dari gue, gimana? Setuju?” tawar Kanaya kepada Reina.
“Jangan ambil! Lo nggak bisa dapetin itu semua! Lo tuh bodoh, dapat 6 aja nggak bisa apalagi 100, palingan juga nanti lo di ejek lagi sama dia,” ucap Reina dalam hati.
“Lo yang benar, Nay, mau ngasih apapun sama dia?” tanya Maharani tidak suka.
“Udah santai aja dia nggak bakalan mampu dapetin apa yang gue minta, kalau bodoh tetap aja bodoh!” balas Kanaya mengejek.
“Gue setuju,” balas Reina.
Entah dorongan dari mana membuat Reina mengiyakan tawaran Kanaya. Bodoh! Mengapa ia menerima? Seharusnya tidak. Tetapi bagaimana sudah terlanjur, dan apa salahnya mencoba? Jika ia berhasil berrarti ia mampu mengalahkan mereka. Orang yang selama ini mengejeknya.
Setelah kejadian itu membuat Reina bertekad untuk mewujudkan misi itu, membuat semua orang heran dengan perubahan Reina. Beberapa tumpukan buku sudah ada di atas mejanya, ia tidak peduli omongan orang lain. Hampir setiap istirahat Reina menghabiskan waktunya untuk membaca buku untuk persiapan ujian.
Tetapi perjuangannya tidak semulus yang ia kira karena cacian, hinaan, bahkan olokan selalu memenuhi isi kepalanya. Namun Reina tidak pantang menyerah, ia harus mampu mewujudkan misi itu, ia harus mampu buktikan ke mereka kalau dia tidak bodoh.
“Sok-sokan terima tawaran Kanaya palingan bentar lagi juga capek, nyerah. Kalau bodoh mah terima aja!” ejek Maharani.
“Bodoh ya tetap aja bodoh!” maki Bella.
“Nggak akan sampai otak orang bodoh jadi pintar,” ucap Kanaya meremehkan.
“Nggak usah di dengerin, Rei, anggap aja angin lalu,” ucap Maya selaku sahabat Reina.
Maya adalah sahabat yang selalu mendukung Reina, Maya juga anak emas yang selalu di banggakan guru namun ia tidak sombong ia selalu bersikap baik pada siapapun terutama Reina. Maya selalu menyemangati Reina dalam kondisi apapun. Bagi Reina, Maya adalah orang yang tidak bisa digantikan oleh siapapun.
“May gue nyerah aja kali ya. Gue udah berusaha tapi tetap aja nggak ada hasilnya, gue emang bodoh May. Gue juga udah berdoa tapi nilai gue nggak ada perubahan. Gue yang berharap ketinggian atau emang otak gue yang nggak mampu?” 
“Rei, selama lo ada semangat buat belajar pasti ada hasilnya kok. Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil, manusiawi kok kalau lo capek. Tapi menurut gue lo kudu bangkit dan buktikan ke mereka kalau lo tuh sebenarnya mampu.”
“Iya makasih, May, ingetin gue ya kalau gue lagi males dan capek. Gue juga mau buktikan ke mereka kalau gue mampu bukan cuma jadi bahan ejekan mereka doang,” ucap Reina memeluk tubuh Maya.
“Iya sama-sama, Rei, kita bisa kok belajar bareng. Gue akan selalu ada untuk lo,” balas Maya sambil mengusap punggung Reina. 
Siang ini Reina dan Maya belajar bersama, mereka mengerjakan soal-soal tahun lalu. Meskipun pertamanya Reina sempat menyerah namun Maya selalu menyemangatinya. Reina selalu bertanya kepada Maya tentang matematika meksipun sulit namun Maya selalu sabar menjelaskan kepada Reina.
Hingga tiba waktu ujian sekolah, Reina sudah siap semuanya. Ia belajar untuk memahami rumus-rumus yang cukup sulit bagi Reina. Reina berjalan kaki menuju sekolahnya sambil mengingat-ingat apa yang telah dipelajari.
Ujian sekolah ini bukan akhir dari segalanya karena masih ada ujian nasional yang beberapa Minggu lagi akan dilaksanakan. Reina memasuki kelasnya, Kanaya dan teman-temannya menatapnya dengan tatapan sinis. Reina tidak menghiraukan mereka dan segera belajar lagi ditemani Maya.
“Semangat, Rei, lo pasti bisa!” ucap Maya menyemangati Reina.
“Makasih, May, lo udah bantu gue banyak. Lo juga semangat ya!” balas Reina tersenyum.
“Pelukan dulu dong,” pinta Maya dan di balas anggukan oleh Reina, mereka berpelukan hingga tak sadar Reina menitikkan air matanya.
Reina mengerjakan soal-soal penuh konsentrasi, ia harus mendapatkan nilai yang bagus. Meskipun ia belum mampu mendapatkan nilai 100 tetapi minimal ia harus mendapatkan nilai tujuh.
Ruangan hening, semua terlihat berkonsentrasi. Pengawas mulai berkeliling ruangan, Reina tetap mengerjakan meksipun ia melihat Kanaya santai, Reina berpikir bahwa Kanaya sudah selesai. Tersisa tiga nomor segera mungkin Reina menyelesaikan. Akhirnya ujian matematika selesai juga, semua murid-murid berhamburan keluar ruangan.
“Kanaya! Ih lo pintar banget sih sampai tadi udah selesai duluan,” puji Maharani keras. Reina hanya menunduk diam.
“Haha iya ampun, Kanaya, pasti lo bisa dapat 100. Orang pintar mah beda sama orang yang sok pintar!” timpal Syifa.
“Kalau nggak mampu nggak usah sok-sokan terima tawaran. Palingan bentar lagi juga nyerah, hapal gue sama bocah kaya gitu,” ucap Bella.
“Kalian kalau nggak tau diam aja deh! Reina pasti bisa dapetin itu semua,” ujar Maya yang tiba-tiba sudah di samping Reina.
“Udah, May, gue nggak apa-apa kok,” ujar Reina.
Reina dan Maya berjalan menuju kelas, mereka saling bercerita tentang kegiatan belajar kedepannya. Maya selalu menyemangati Reina yang selalu hampir goyah semangatnya. Namun Tuhan mengirimkan seseorang yang memang Reina butuhkan yaitu Maya.
Begitupun dengan Maya, baginya Reina adalah seseorang yang pantas mendapatkan itu semua. Reina bukan bodoh tetapi cewek itu belum mampu menguasai dan belum ada niat, tetapi setelah mendengar Reina menerima tawaran itu membuat Maya senang dan ia menjamin bahwa Reina mampu dan pantas untuk mendapatkan itu semua.
Sampai akhirnya nilai ujian sekolah diumumkan. Meskipun nilai ujian sekolah matematika Reina tidak sebagus Kanaya namun Reina mampu meraih peringkat dua setelah Kanaya yang membuat semua orang tidak menyangka. Apalagi Reina, ia tidak menyangka bahwa dirinya mampu mengerjakan dan mendapatkan nilai yang bagus, tetapi Reina belum bangga dulu ia harus mendapatkan nilai yang lebih baik lagi.
“Wihhh selamat, Reina, itu lo bisa kan!” teriak Maya sambil memeluk Reina.
“Makasih, May, itu juga semua berkat lo. Gue nggak akan sampai di sini kalau lo nggak ada, May,” ucap Reina.
“Bukan, Reina, bukan gue. Tapi niat dan semangat lo yang menghasilkan ini semua, lo berhak untuk semuanya. Dan gue yakin ujian nasional nanti lo pasti dapat 100.”
“Doakan aja May, lo juga dong semangat!”
“Iya pasti, Reina. Nilai lo sama Kanaya tuh beda tipis banget, gue yakin lo mampu wujudkan misi lo, Reina. Lo mampu, percaya sama gue,” ujar Maya meyakinkan Reina.
“Gue usahakan, May, semoga gue mampu.
“Bangga banget dapat peringkat dua palingan juga hasil nyontek kan otaknya nggak mampu!” ucap Bella menyindir Reina.
“Gue yakin pasti yang bakalan dapat 100 itu tuh Kanaya bukan bocah bodoh!” maki Maharani.
“Iyalah hasil nyontek palingan itu mana mungkin orang bodoh mampu ngerjain soal kaya gitu,” ucap Syifa.
“Bentar lagi gue bakal tendang lo dari peringkat dua jauh-jauh deh, palingan bentar lagi juga udah nggak mampu. Mimpi dulu lo kalau dapat 100!” ujar Kanaya keras. 
“Lo boleh omong kaya gitu tapi gue yakin kalau Reina yang bisa dapat 100, dan semoga omongan kalian kembali sama diri kalian sendiri,” ujar Maya sambil membawa Reina pergi.
Hingga akhirnya waktu yang dinanti-nantikan tiba, ujian nasional akan berlangsung sebentar lagi. Reina sejak tadi sudah belajar di mejanya, begitupun dengan Maya, cewek itu juga belajar di samping Reina.
Dan akhirnya semua murid memasuki ruangan, Reina mengerjakan soal penuh konsentrasi. Ia benar-benar teliti mengerjakan, ia tidak boleh ada yang salah. Jika ada yang sulit, Reina, berpikir keras lagi untuk mencari solusinya. Reina tidak menoleh-noleh ia tetap fokus pada soal di depannya. 
Hingga akhirnya ujian nasional berakhir, Reina menyapu pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Tiga tahun sudah terlewati, Reina pasti akan merindukan masa putih abu-abu. Masa di mana yang di impikan oleh semua orang. Reina memeluk Maya, ia bersyukur memiliki sahabat sebaik Maya.
“Maya makasih dukungan lo selama ini, maaf kalau gue mengecewakan lo.”
“Sama-sama, Reina, lo nggak perlu minta maaf. Gue yakin kok lo dapat nilai 100, percaya sama gue, Reina, lo pasti bisa!” ucap Maya membuat Reina tersenyum.
Pengumuman hasil ujian nasional dilaksanakan sebentar lagi, Reina dan seluruh siswa-siswi sudah berpakaian rapi untuk menghadiri acara pengumuman hasil ujian. Semua tampak bahagia, begitupun dengan Reina dan Maya. Mereka akan mengakhiri masa SMA dengan kebahagiaan.
Reina tidak percaya diri dengan hasilnya nanti, hasil yang akan terima nanti akan Reina terima apapun yang terjadi. Jika ia tidak bisa mewujudkan misi itu Reina tidak marah dan kecewa ia malah bersyukur karena ia sudah berusaha hingga sampai sejauh ini.
“Ujian nasional matematika nilai tertinggi dengan nilai 100  jatuh kepada ... Reina Anindya!” suara microfon terdengar jelas membuat Reina melongo tidak percaya.
Hah? Apakah ia tidak salah dengar? Mungkin Bapak itu salah menyebutkan juaranya, tidak mungkin dirinya. Pasti bukan, pasti Kanaya bukan dirinya yang bodoh.
“Reina! Kok lo bengong sih, udah sana buruan maju dari tadi lo di panggil terus tuh!” ucap Maya membuyarkan lamunan Reina.
“I-iya May,” balas Reina sambil berjalan menuju panggung.
Setelah penerimaan piala dan berjabat tangan dengan kepala sekolah, Reina kembali duduk di samping Maya. Sedari tadi Maya terus berkata kepada Reina jika ini bukan mimpi, ini nyata. Dan Reina berhak mendapatkan ini semua.
“Selamat Reina! Lo berhak untuk ini semua!” ucap Maya
“Ini bukan mimpi?” tanya Reina.
“Apaan sih dari tadi mimpi mulu, ini bukan mimpi, Reina, ini nyata.”
Dan setelah itu Maya meminta Reina untuk segera mendaftar SNMPTN, Reina menunggu hasilnya. Maya yakin Reina lolos SNMPTN, namun Reina hanya diam ia tidak ingin terlalu percaya diri.
Setelah di tunggu-tunggu akhirnya pengumuman siapa yang lolos SNMPTN sudah keluar, segera mungkin Maya meminta Reina untuk melihat. Reina sempat ragu, namun dengan Maya meyakinkan membuat Reina segera melihat hasil.
Ternyata Tuhan berpihak kepada Reina, Reina lolos SNMPTN dan menerima beasiswa di salah satu universitas. Reina langsung memeluk Maya, Maya pun ikut senang dengan Reina dan Maya juga senang karena ia juga lolos SNMPTN.
“Kalau gue ambil kedokteran gimana May?”
“Iya harus! Bagus banget itu, Reina. Apa lo memimpikan kedokteran?”
“Iya May tapi gue udah nggak terlalu karena pasti mustahil rasanya ambil kedokteran. Tapi ternyata Tuhan sudah merencanakan dan mewujudkan misi gue sekaligus mimpi gue.” 
“Lo harus ambil kedokteran, Reina. Wujudkan mimpi lo, gue yakin lo mampu ambil kedokteran.”
“Makasih banyak May, lo ambil jurusan apa?”
“Sama-sama, gue ambil psikologi, doakan aja ya Reina.”
“Pasti gue doakan, lo mampu, May.”
Sampai akhirnya saat mereka sedang berbicara jurusan kuliah. Kanaya dan teman-temannya datang kepada Reina dan Maya. Mereka diam cukup lama hingga akhirnya Kanaya maju menghadap Reina.
“Reina, maaf selama ini gue udah ngatain lo segala macam, lo boleh kok marah sama gue lo berhak itu. Dan gue mengakui gue kalah, Reina, lo boleh minta apapun sama gue.”
“Nggak, Kanaya, seharusnya gue berterima kasih sama lo, karena dari misi lo bikin gue jadi semangat dan bikin gue sampai di sini. Dulu gue ngerasa ini mustahil tapi dengan misi lo gue mampu, gue sampai sini juga berkat lo. Lo nggak perlu minta maaf, Kanaya, gue yang berterima kasih.”
“Gue nggak minta apapun dari lo, di sini gue yang harusnya nawarin lo. Gue berterima kasih sama lo, karena sesuatu yang sangat mustahil bagi gue sekarang sudah jadi kenyataan,” ucap Reina.
“Lo nggak perlu bilang makasih, gue seharusnya yang bilang gitu. Sekarang lo kejar mimpi lo gue akan bantu lo, lo harus jadi dokter, Reina.”
“Thanks you very much, gue akan jadi dokter yang bermanfaat untuk semua orang.”
Rasa mustahil memang ada namun jika kalian mampu mengubahnya menjadi kenyataan semua yang di rasa mustahil berubah menjadi kenyataan yang tidak bisa kalian duga.

Karya: Zahra - Purworejo

Post a Comment

3 Comments

  1. Keren, mengharukan, penuh intrik dan ego. Saya sampai nangis baca. Suwerr.. ini hampir mirip dengan kisah aku akhir2 ini, semoga Tuhan beri aku yg baik dan terbaik, aamiin.

    ReplyDelete
  2. ini mah aku banget dulu, tp aku ga ada yang ngebuli sih, cm malu ja ma diri sendiri, tp dgn niat akhirnya bisa dapet nilai bagus, semua niat sih😁

    ReplyDelete
  3. pengen banget sebenarnya nulis cerpen seperti ini, karena dulu waktu SMA ambil jurusannya di Bahasa. Tapi sayang, hanya bisa buat puisi dan opini saja untuk saat ini.

    ReplyDelete