Kisah Fabel al-Qur’an Semut dan Nabi Sulaiman

Sumber gambar: pexels.com

    Semut merupakan hewan jenis serangga anggota suku formicidae, bangsa Hymenoptera yang memiliki lebih dari 12.000 spesies di dunia, yaitu semut hitam, semut besar, semut merah, semut api, dan semut rangrang. Keistimewaan yang dimiliki semut yang dianggap sebagai serangga sosial karena kehidupannya secara berkoloni dengan sarang-sarangnya yang teratur dan beranggotakan ribuan semut per koloni.

    Semut termasuk golongan hewan terkuat di dunia karena kemampuannya dapat menopang beban dengan berat lima puluh kali dari berat badannya sendiri seperti yang dilakukan semut jantan. Anggota semut pun terbagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut, serta semut penjaga. Alat sensor yang dimiliki semut menjadikannya sebagai spesies paling cerdas di antara serangga-serangga lainnya.

    Semut juga tergolong hewan yang istimewa karena diciptakan Allah swt. dengan diabadikan nama dan kisahnya di dalam al-Qur’an. Sebagaimana telah terekam dalam QS. an-Naml [27]: 18:

Artinya: “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”

     Dalam penafsiran al-Qurthubi dijelaskan dari sebuah hadits, Dari Abu Hurairah, semut itu berterima kasih kepada Sulaiman dan mengatakan bahwa jika mereka (bala tantara Sulaiman) menginjaknya, maka mereka tidak merasa dan sengaja. Jadi, semut itu tidak menuduh mereka berbuat jahat. Karena itu, membunuh semut itu terlarang. Demikian pula membunuh burung Hud-hud, karena burung ini menjadi petunjuk bagi Sulaiman dan menjadi utusan untuk mengirim surat kepada Bilqis.

    Keistimewaan yang telah terangkum dalam ayat al-Qur’an tersebut yang dikisahkan ada seekor semut yang berbincang dengan Nabi Sulaiman. Pertemuaan itu terjadi ketika perjalanan Nabi Sulaiman bersama bala tentaranya dan beliau melihat ke atas pohon dimana merupakan tempat keberadaan semut-semut tersebut. Ia tersenyum kepada semut tersebut dan semut pun heran dengan hal tersebut karena yang dirasakan semut bahwa Nabi Sulaiman mengerti perkataan darinya.

     Semut pun terkejut melihat beliau menundukkan dan berkata,

   Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal sholeh yang engkau ridhoi, dan masukkanlah aku dengan Rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang sholeh.”

    Semut menyadari bahwa beliau sedang berbicara dan berdo’a kepada Allah swt., dan semakin takjub kepadanya. Saat dilihat oleh semut beliau menoleh kepadanya dan berbicara dengan bahasa semut.

Kau tak perlu khawatir. Pasukanku tak akan merusak lembah semut. Kami akan berjalan menjauh dari lembah. Kami tak akan menginjak lembah kalian.”

Hampir tak percaya, aku pun berkata kepadanya, “Siapakah enkau, tuan? Engkau bisa berbicara dengan bahasa semut?

Dia menjawab, “Aku adalah hamba dan Nabi Allah swt. Sulaiman. Bapakku adalah Nabi Daud. Allah swt. telah mengajarkan kami bahasa burung dan binatang.

Aku menyahut, “Engkau adalah seorang Nabi dan juga putera seorang Nabi?

Lalu beliau mengiyakan, maka Aku berkata, “Dan kau berkata kepada Allah swt., ‘Masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang soleh?

Lalu beliau membenarkan kembali dan aku berkata kepadanya, “Menurutmu tingkat kehambaan itu lebih tinggi daripada tingkat kenabian?

Nabi Sulaiman menjawab, “Tidak. Ini bukanlah dua maqam dimana yang satu lebih tinggi dibanding yang lain. Puncak dari kenabian adalah kehambaan yang merupakan tingkat terakhir bagi kemuliaan manusia.

Aku bertanya, “Wahai hamba yang sholeh, aku akan berdo’a kepada Allah swt. agar memasukkanku dengan rahmat-Nya ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang sholeh. Apakah kau mau mendo’akanku?

Sulaiman tersenyum dan menjawab, “Aku tak tahu apa yang akan kudo’akan untukmu, wahai semut. Namun, aku merasakan sesuatu yang menyerupai wahyu bahwa Allah swt. akan menjadikan kata-kata peringatan yang kau ucapkan kepada para semut itu sebagai ayat yang akan dibaca orang-orang beriman dan sholat mereka.” Dan Sulaiman menoleh kepada pasukannya dan berkata, “Berbeloklah menjauh dari lembah semut.” Setelah itu, semut-semut itu baru bergerak maju.

     Dengan demikian, kami pahami bahwa manusia bisa saja kapan saja memusnahkan semut dengan kaki-kaki mereka, karena saat berjalan mereka tidak melihat ke tanah. Jarang sekali manusia berjalan dengan menundukkan kepala. Jadi betapa sombongnya sebagai makhluk bernama manusia. Semoga kita tidak tergolong yang demikian.

Wallahu’alam.

 

Sumber:

Rahman, Kaserun AS.2014.Fabel al-Qur’an (16 Kisah Binatang Istimewa Yang Diabadikan dalam al-Qur’an).Tangerang: Lentera Hati.


Post a Comment

1 Comments