Wacana Pembelajaran Daring Semester Depan, Bagaimana Nasib Pendidikan Anak-Anak?

Sumber gambar: Detiknews.com


Tidak terasa pembelajaran daring telah berlangsung selama kurang lebih satu setengah tahun, terhitung semenjak bulan Maret 2020 silam. Anak-anak dari jenjang taman kanak-kanak hingga mahasiswa di perguruan tinggi melaksanakan pembelajaran daring tanpa terkecuali. Bahkan agenda-agenda kependidikan lainnya seperti OSPEK, kuliah umum universitas, bimbingan skripsi, hingga wisuda dilaksanakan dengan mode online.

Kesan pembelajaran daring mungkin sangat berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Semuanya merasakan, dari anak-anak TK hingga mahasiswa. Maklum, pembelajaran daring ini merupakan hal baru bagi sebagian besar orang. Terlebih anak TK maupun SD, tentunya mereka belum terlalu paham dengan dunia digital, tetapi mereka dipaksa untuk belajar dari rumah dengan berbekal gadget dan internet. Dengan tanpa bertatap muka secara langsung dengan guru, tidak bertegur sapa dengan teman sekelas, dan tidak bisa merasakan syahdunya bangku sekolah.

Terkadang miris melihat siswa maupun mahasiswa baru dimana dia belum merasakan indahnya gedung sekolah, menikmati fasilitas sekolah, memakai seragam dan berangkat ke sekolah, dan bertemu dengan teman-barunya karena halangan pandemi ini. Sungguh pandemi ini sangat-sangat berdampak bagi dunia pendidikan, dan juga berdampak pada kepribadian anak. Bagimana tidak, anak-anak yang biasa mengenakan seragam dan berangkat ke sekolah pagi-pagi kini hanya bersekolah di rumah dengan menghadap layar handphone atau laptop mereka, mendengarkan guru berbicara, dan mengerjakan tugas. Rata-rata hanya itu yang siswa lakukan selama belajar di rumah. Entah paham atau tidak, ya yang penting ikut pembelajaran tanpa absen.

Pembelajaran daring berpengaruh terhadap sikap dan kepribadian anak. Ya, tentu. Anak yang sering menghadap gadget mereka maka mereka akan kecanduan. Entah seriusan belajar, atau malah bermain game online? Hal ini yang kadang membuat hati miris. Kurangnya interaksi anak dengan lingkungan sekitar pun kurang karena anak hanya belajar di rumah dan mungkin jarang keluar rumah karena dilarang oleh orangtuanya. Ya maklum saja, pandemi seperti ini memang harusnya di rumah saja, bukan?

Lebih herannya lagi, terdapat wacana pembelajaran daring di tahun ajaran mendatang lantaran kasus Covid-19 yang melonjak tinggi di beberapa wilayah. Sehingga pembelajaran tatap muka (PTM) terpaksa harus ditunda kembali. Ya, tak apalah yang penting kan keselamatan anak. Namun yang saya seringkali heran, mengapa guru terlalu sering memberikan tugas kepada siswa yang justru hal itu memberatkan siswa. Alih-alih agar siswa belajar secara mandiri di rumah, namun hal itu seringkali membebani siswa. Baiklah mungkin tak apa kalua siswa hanya mendapat tugas dari satu mata pelajaran saja, namun bayangkan jika semua guru mata pelajaran memberikan tugas? Kasihan siswanya, bukan?

Saya pernah mewawancarai salah satu guru di salah satu SMA Negeri di Kota Semarang. Beliau menuturkan bahwa banyak sekali hambatan yang terjadi salam pembelajaran daring, bukan hanya masalah internal namun juga eksternal, oleh karenanya prisip sekolah tersebut yaitu yang terpenting anak tidak putus sekolah walaupun pembelajaran daring. Saya tercengang, namun saya pribadi sangat setuju. Iklim pembelajaran daring ini tidak kondusif bagi sebagian besar siswa, terlalu memberatkan boleh dibilang. Siswa harus membeli kuota untuk bisa ikut pembelajaran, harus punya perangkat digital yang mendukung, siswa harus berusaha membagi waktu, belum lagi apabila guru memberikan banyak tugas dengan deadline yang mepet. Sungguh ini dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental siswa.

Ya, terlepas dari bagimanapun pelaksanaan pembelajaran daring, hal ini menjadi suatu keharusan dimana keselamatan anak-anak jauh lebih utama. Semoga pandemi cepat berlalu dan anak-anak bisa bersekolah dengan seragam kesayangannya.

Post a Comment

0 Comments