Meskipun pandemi agaknya sedikit mengganggu dan tidak
jarang orang mengatakan esensi lebaran menjadi berkurang, sebagian lagi
memanfaatkannya untuk tetap menyambung silaturahmi secara virtual, ya dengan
media voice call, video call, atau bahkan panggilan meeting group seperti
Zoom atau Google Meeting. Sudah pasti ini menjadi media yang baik untuk tetap
menikmati hari istimewa meskipun hanya bisa bertegur sapa lewat online
saja, bukan dengan dekapan keluarga atau jabat tangan sanak saudara.
Pada kesempatan ini memang terkadang kita juga masih
kesulitan untuk memaafkan orang lain, bahkan untuk memaafkan dan meminta maaf
pada diri sendiri. Jadi, sudahkah kita juga mencoba untuk meminta maaf dan
memaafkan diri sendiri? Jika pertanyaan itu muncul, apa yang akan terlintas
dibenak kita?
Kita mungkin seringkali dipertemukan dengan perasaan
gagal dan sulit menerima keadaan, tidak munculnya keikhlasan selepas perginya
harapan, atau tidak menghendaki keburukan berakar dari diri kita. Tidak jarang,
ekspektasi yang muncul untuk diri sendiri, target-target yang terlampau tinggi,
dan pilihan yang tidak sesuai potensi kelemahan dan kelebihan menjadi persoalan
yang berarti. Menjadikan diri sulit berdamai dengan diri sendiri, sulit
memaafkan apa yang telah terjadi.
Memaafkan diri sendiri juga merupakan permulaan untuk
senantiasa menerima dan memaafkan keberadaan dan kesalahan orang lain. Ia bisa
saja menjadi jembatan dengan ketulusan kita yang mampu mengontrol diri sendiri.
Momentum Idul Fitri yang datang hanya setahun sekali bisa menjadi saksi penerimaan
dan bersyukur atas segala sesuatu yang terlalui dengan begitu hebatnya. Bukankah
diri kita berhak mendapatkannya?
Memaafkan diri sendiri terkadang memang lebih sulit
daripada memaafkan orang lain, tapi itu sangat penting. Memaafkan diri sendiri
merupakan obat bagi diri dan jurus untuk meningkatkan kualitas hubungan sesama.
Kita perlu menyadari secara penuh bahwa setiap orang pasti pernah melakukan
kesalahan, sebagaimana hidup yang dituntut untuk mengikuti segala perkembangan,
tapi ingat kembali, ia bukan mengenai kesempurnaan tetapi pembelajaran.
Berhenti menyalahkan diri sendiri dengan selimut
kebencian yang kita letakkan pada tubuh, ini tidak akan membuat yang lalu kembali.
Ia hanya akan membuat kita semakin terpuruk dan membenci. Dari sini, kita juga
perlu menyadari, Tuhan menyiapkan jalan yang baik atas apa yang makhluk-Nya
lalui. Juga sebagai wujud kita bersyukur atas apa yang telah terjadi dan
diberikan Tuhan sampai saat ini.
Hidup tidak sempurna, celah kesalahan dan noda ada dalam
putihnya jalan yang terbentang dilalui manusia. Menjadikan kesalahan sebagai
pelajaran adalah kuncinya. Maafkanlah diri sendiri, atau sesekali meminta maaf
telah banyak menuntut untuk berjuang. Tidakkah ketika kita berdamai dengan diri
sendiri maka kedamaian pada sesama juga akan terwujud? Tidak ada iri dan dengki
karena apa yang orang lain miliki, berkurangnya pikiran negatif karena saling
mengisi, dan lain sebagainya.
Jika Ramadhan memberi pelajaran dan pendidikan kepada
kita dengan berbagai ritual ibadah yang dilakukan, semoga Idul Fitri kita
mencapai puncak kemenangan dan kedamaian. Jadi, sudahkah memulai melakukan? Yuk! (dr)
0 Comments