Beberapa waktu yang lalu,
seorang anak kelas dua SD bertanya tentang lokasi kuliah saya. Ketika saya
mengatakan Semarang sebagai tempat menuntut ilmu di jenjang perkuliahan, dia
bagai terpancing dan terus bercerita. Lucunya, ceritanya adalah tentang
eksistensi K-Pop dan K-Drama yang sudah merasuki jiwa anak-anak
seusianya.
”Mbak, suka BTS atau
EXO? Kalau aku suka Treasure,” kalimat itu mengawali percakapan terkait
budaya populer Korea ini.
Ketika saya menjawab,
tidak terlalu mengikuti musik Korea, sekali lagi anak itu nyeletuk dengan polos
khas usianya, dia ingin berkuliah di Korea. Pikirnya, ketika berkuliah di Korea
dia bisa bertemu dengan oppa-oppa yang lagunya dia dengarkan bersama
kakak perempuannya yang juga seorang K-Popers. Ya, begitu sederhana
harapan dan mimpinya.
Bagi generasi muda yang
sudah cukup usia untuk mengakses hiburan Korea, tentu mereka tidak akan susah
mencari dan melihat oppa atau noona favorit mereka. Ya, gimana
ya, bahkan media sosial agaknya sudah menjadi tempat ternyaman untuk para
penggemar dan juga penikmat drama berekspresi. Entah itu mendukung atau sekedar
mengkhayalkan bertemu idolanya.
Akhir-akhir ini,
penggemar K-Drama juga masih banyak. Kok bisa? Berbagai media sosial
seperti twitter dan instagram yang membahas mengenai drama asal Korea ini masih banyak
diikuti dan diminati (lah iya, lha wong saya juga mengikuti). Pembahasan
tidak hanya tentang episode lalu drama on going yang seringkali membuat
penonton dirundung kecemasan menunggu episode selanjutnya, pemain yang visualnya
tidak diragukan, ada juga banyak celoteh para penganut ke-halu-an tingkat
tinggi yang semakin menjadi-jadi.
Yaaaaa, nggak ada
salahnya, kan hiburan.
Korean Wave yang Terus Berkembang
Perkembangan budaya Korea
sepertinya cukup pesat. Berbagai produk budaya Korea mulai dari drama, film,
lagu, fashion, gaya hidup, juga produk
industri sudah mulai mewarnai kehidupan masyarakat di berbagai negara, tidak
terkecuali Indonesia. Penerimaan yang cepat dan meluas ini menimbulkan sebuah
fenomena yang disebut Korean Wave.
Drama Korea atau K-Drama
memiliki peran signifikan untuk penyebaran Korean Wave. Menampilkan nuansa
cerita dan alur yang berbeda serta detail yang dikemas apik, tidak bisa menutup
lancarnya perkembangan Korean Wave di Indonesia sehingga menjadi lebih
populer. Tentu ini bukan hanya peran K-Drama, akan tetapi juga budaya
populer lainnya seperti K-Pop, K-Style, kuliner juga
teknologi.
Kegandrungan akan K-Pop
yang menampilkan berbagai jenis musik, musisi, dan kelompok atau grup musik ini
juga telah menembus batas yang luar biasa. K-Popers semakin banyak di
seluruh penjuru Indonesia atau bahkan dunia. Usia pun tidak menjadi penghalang
mereka untuk tetap menonton serta mendengarkan idola bernyanyi dan menampilkan
performa yang mungkin begitu menarik bagi penikmatnya.
Budaya dan gaya hidup Korea
(Korean wave atau Hallyu) rupanya juga menguasai pasar makanan di
Indonesia. Siapa yang tidak mengenal, ramen, kimchi, topokki, dan lain
sebagainya? Saya rasa meskipun tidak melalui drama atau musiknya, gaya hidup Korea mampu merasuk melalui makanan-makanannya. Iya, apalagi sudah tersedia
versi instan di toko, swalayan, atau online shop tentunya.
Lantas kalau kita menjadi
penggemar K-Drama atau K-Pop beserta teman-temannya memangnya
kenapa? Iya tidak apa-apa. Itu hanya perihal pilihan gaya hidup dan juga
hiburan. Banyak di antara K-Popers mengaku ketika menonton atau
mendengarkan hiburan Korea bisa memberikan dampak healing atau
pengobatan bagi mereka. It’s Ok, itu adalah pilihan.
Baik gemar dengan budaya
populer barat yang disebar memalui film dan musik, atau Korea, keduanya ya
sama-sama karena kegemaran dan perihal selera. Jika itu sebagai media hiburan
dan mengambil nilai positif dari segi apapun, selayaknya tidak perlu saling
menghakimi mana yang lebih benar atau lebih baik. Apabila Korean Wave menjadi
suatu permasalahan yang harus dipecahkan solusinya, maka generasi itu juga berhak
membuat konten, hiburan, atau produk yang sama bahkan melebihi apa yang
digemari dan digandrungi sekarang ini. Masalahnya, bisa tidak? Eh. Bisa pasti
bisa.
Para penikmatnya tentu
punya alasan tersendiri mengapa lebih memilih ini atau itu sebagai bagian dari
dirinya. Di luar bagaimana sisi negatif yang ada di dalamnya, kenapa kita tidak
melihat sisi positifnya dulu? Tapi, ya kalau kasusnya itu usia anak seperti
adik-adik yang saya maksudkan di awal, tentu masih sangat memerlukan peran dan
pengawasan orang tua. Sudah jelas.
Pada akhirnya, kita
memang harus mengakui, budaya populer Korea yang terhimpun dalam Korean Wave
memang sedang menjadi kegemaran dan pilihan masyarakat Indonesia dari berbagai jenjang usia. Jadi, kalau suka ya suka aja, kalau tidak suka oh ya tidak
apa-apa. Namanya juga pilihan dan kegemaran. Ya kan?
0 Comments