Perempuan dan Persoalan Standar Kecantikan

Photo by Joel Muniz on Unsplash

Berbicara perihal perempuan, maka tidak asing jika menyebut kata “cantik”. Kecantikan menjadi bagian yang lekat dengan pribadi yang berparas rupawan, atau di masa sekarang ini banyak orang baik di dunia nyata maupun maya menggunakan kalimat good looking untuk menggambarkan kecantikan atau ketampanan seseorang.

Setiap tempat di dunia memiliki standar kecantikan yang berbeda-beda. Namun, permasalahan terkait standar kecantikan ini rasa-rasanya akan menjadi sama di tiap negara. Seringkali kita menemukan banyak perempuan di luar sana, atau bahkan kita sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi standar tersebut sampai layak dinyatakan cantik.

Coba kita kembali mengingat, setidaknya berapa kali kita mendengar atau membaca bahwa kecantikan identik dengan tubuh langsing, kulit putih, dan kaki jenjang. Bisa juga bagi mereka yang tidak berjilbab, rambut panjang terurai akan memberi kesan kecantikan yang lebih. Mungkin tidak lagi bisa kita hitung dengan jari bukan? Atau bahkan itu juga tertanam dalam pikiran kita?

Fenomena standar kecantikan ini salah satunya disebabkan oleh adanya anggapan mengenai perempuan cantik adalah ia yang sempurna secara fisik serta memiliki daya tarik lebih. Di lingkungan sekitar kita, tentu tidak jarang mendapati hal demikian, bahkan mungkin menjadi hal yang umum atau wajar adanya. Namun benarkah demikian?

Jika kita bisa melihat kecantikan dalam ruang yang lebih luas, maka kecantikan dapat diartikan sebagai suatu yang kita sukai, menarik, mempesona, atau menginspirasi sehingga mampu membuat kita senang. Sehingga kecantikan bisa dipahami sebagai perasaan senang yang muncul dalam persepsi masing-masing individu.

Perempuan sering kali merasa tidak puas dengan apa yang sekarang menjadi miliknya. Hal ini bisa saja terjadi karena persepsi cantik itu sendiri. Banyak di antaranya fokus pada tampilan fisik dan melupakan sisi yang lain. Pandangan ini menjadikan kita akan lebih fokus memperbaiki fisik itu sendiri. Melakukan diet agar langsing, terobsesi makan banyak agar lebih berisi bagi yang kurus kering, melakukan berbagai perawatan fisik yang mungkin sejatinya tidak apa-apa dan baik, tapi kalau tidak sesuai daya dan kemampuan, ya ambyar.

Rupanya bagaimana menyikapi standar kecantikan bagi para perempuan, terkadang justru merugikan. Bagaimana tidak? Beberapa di antaranya harus menahan getirnya dicaci dan diolok-olok oleh banyak orang, bahkan mungkin orang terdekat karena dirasa tidak sesuai dengan standar yang ada. Misalnya, perempuan tanpa polesan make up, atau mengenakan pakaian laki-laki yang tentu tidak tampak feminim kerap kali disebut tidak cantik.

Beberapa media sosial seperti instagram, facebook, atau bahkan tiktok juga menjadi sarana membuktikan bahwa standar kecantikan di Indonesia masih hidup dan berkembang. Misalnya, dengan keberadaan konten tiktok tentang perempuan yang dianggap cantik banyak menuai pujian. Mereka yang cenderung berjerawat, gendut, atau terlalu kurus malah menjadi bahan olok-olokan. Bukankah itu sudah keterlaluan?

Jika tidak ada kurus maka tidak akan ada kata gendut dan sudah jelas langsing tidak akan menjadi standar. Jika tidak ada flek hitam, jerawat, maka tidak akan dikata perempuan itu mulus wajahnya. Tapi, tentu kita tidak berhak menghakimi orang dengan apa yang terlihat dan tidak sesuai standar, katanya. Tidak untuk sekarang juga nanti, tidak pula di dunia nyata maupun media sosial. 

Bukan hal baru juga, melihat beberapa konten yang menggaungkan self-love dan bersyukur atas apa yang dimiliki bisa saja dianggap buruk. Beberapa netizen menyebutnya pembelaan dan pembenaran atas apa yang dianggap benar, dianggap ya. Makanya diet, makanya mukanya dibersihkan, makanya olahraga, makanya makan makanan bergizi, makanya ini makanya itu, yang seolah-olah kata makanya adalah hal wajar untuk menasehati seseorang. Tapi, benarkah kita telah mengetahui usaha mereka?

Mengutip yang disampaikan dalam pijarpsikologi.org kecantikan tidak hanya tentang penampilan fisik, karena kecantikan tidak lahir secara tunggal tetapi keseluruhan rangkaian dari berbagai faktor, baik fisik, mental, finansial, atau spiritual. Dengan demikian, kecantikan tidak seharusnya dipandang dari satu sisi saja. Kecantikan secara luas adalah persepsi yang menimbulkan rasa senang.

Rasa senang terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan menerima diri secara utuh dengan apa adanya melalui segala potensi yang dimiliki. Ketika kita merasa puas dari segi fisik, mental, ataupun spiritual, tentu persoalan insecure akan hilang dengan sendirinya. Menyadari bahwa yang kita miliki adalah pemberian atau bahkan pinjaman dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Tuhan, seyogyanya menjadikan kita menyadari bahwa cantik itu tidak hanya perihal fisik yang menarik.

Standar yang membuat kita membenci diri sendiri selayaknya kita tinggalkan. Memahami bagaimana menerima dan mencintai apa yang kita miliki bukan hanya pembelaan, tapi tentang bagaimana kita menjaga diri kita tetap sehat, secara mental dan spiritual. Menerima setiap kurang dan lebih, memaksimalkan potensi juga bisa kita lakukan sebagai perempuan, manusia dengan keistimewaannya. Terkadang yang membuat kita tidak mencintai diri sendiri adalah pandangan kita terhadap diri kita ini. Mari menjadi perempuan terbaik dan tercantik versi kita sendiri.

Post a Comment

0 Comments