Pendidikan Anti Korupsi di Tengah Pandemi

Korupsi merupakan masalah paling krusial yang dihadapi negara dan bangsa Indonesia saat ini. Tindak pidana korupsi yang terjadi terentang mulai dari korupsi kecil-kecilan seperti pemberian uang pelicin ketika berurusan di kelurahan sampai ke korupsi besar-besaran yang bernilai triliunan rupiah. Kejadian ini makin mempertegas anggapan bahwa korupsi sudah membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi di bumi Indonesia antara lain dengan membentuk badan Negara yang diberikan kewenangan luar biasa seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Semenjak didirikan tahun 2002 sampai sekarang KPK telah menindak berbagai kasus korupsi. Akan tetapi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sebagaimana dilansir oleh Transparansi Internasional (TI) tetaplah rendah. Bahkan untuk tahun 2010 Indonesia berada pada peringkat Negara terkorup di Asia Pasifik.

Berdasarkan rumusan yang ditentukan oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK), ada sembilan nilai dasar yang perlu ditanamkan dan diperkuat melalui pelaksanaan pendidikan antikorupsi di sekolah, yaitu nilai kejujuran, adil, berani, hidup sederhana, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, hemat dan mandiri. Nilai-nilai ini sebenarnya ada di masyarakat sejak zaman dahulu, dan termuat secara jelas dalam dasar falsafah negara Pancasila, namun mulai tergerus oleh budaya konsumerisme yang dibawa oleh arus modernisasi dan globalisasi. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka pelaksanaan pendidikan antikorupsi di sekolah perlu memperhatikan beberapa hal terkait (Modern Didactic Center, 2006) salah satunya yaitu pengetahuan tentang korupsi. Untuk memiliki pengetahuan yang benar dan tepat tentang korupsi, siswa perlu mendapatkan berbagai informasi yang, terutama informasi yang memungkinkan mereka dapat mengenal tindakan korupsi dan juga dapat membedakan antara tindakan kejahatan korupsi dengan tindakan kejahatan lainnya. 

Kasus korupsi dapat terjadi kapan saja, seperti kondisi pandemi Covid-19 yang menyebabkan resesi ekonomi dunia terutama di Indonesia, walaupun negara Indonesia mengalami resesi ekonomi yang menyebabkan turunnya perekonomian masyarakatnya tetapi masih saja ada oknum pejabat yang melakukan tindakan korupsi, seperti yang dilansir dari Media Indonesia “ Ditangkapnya Bupati Kutai Timur Ismunandar dan juga Ketua DPRD Kutai Timur yang juga istri Ismunandar, Encek Unguria Firgasih atas dugaan tindak pidana korupsi, menunjukkan rendahnya sense of crisis pimpinan daerah karena terjadi saat masyarakat harus menghadapi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Agil Oktaryal mengatakan, keduanya layak mendapatkan pemberatan hukuman saat keduanya menjadi terdakwa di persidangan tindak pidana korupsi nanti. "Sangat disayangkan ketika anggaran dipergunakan untuk menambah pundi-pundi kekayaan pribadi di tengah tugas memfokuskan anggaran untuk penanggulangan covid-19. Hal ini patut menjadi alasan jaksa memperberat tuntutan terhadap para pelakunya," kata Agil Oktaryal kepada Media Indonesia, Minggu (5/7). Menurut dia, pemberatan hukuman terhadap para pelaku tindak pidana korupsi di Kutai Timur yang terjaring oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat memungkinan. Hal itu tertuang dalam Pasal 52 KUHP yang berbunyi bilamana seseorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatanya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga. "Seluruh syaratnya terpenuhi untuk kasus Kutai Timur mendapatkan pemberatan hukuman," katanya. Kuasa Hukum Djoko Tjandra dan Ketua PN Jaksel Ia juga mengatakan, korupsi yang terjadi di Kutai Timur menunjukan langkah pencegahan yang dilakukan KPK masih lemah. Dengan begitu tindakan tegas melalui upaya penindakan tidak boleh dikendurkan. Terlebih, kata dia, pola korupsi yang terjadi di Kutai Timur juga sangat sistematis dengan melibatkan suami-istri dan jaringan kolega. "Ini pola korupsinya sangat sistematis dan miris lagi hasilnya digunakan untuk modal pilkada," pungkasnya. Seperti diketahui, KPK telah meringkus tujuh tersangka buntut OTT kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Kutai Timur Ismunandar.” 

Menyikapi fenomena tersebut diperlukan suatu upaya yang holistik dalam pemberantasan korupsi baik dari segi aparat penegak hukum, kebijakan pengelolaan Negara sampai ke pendidikan formal di sekolah (Aditjondro, 2002). Beberapa Negara telah melaksanakan pendidikan antikorupsi di sekolah dan telah menunjukan hasil yang signifikan.

Oleh: Vieto Budi Utomo, Mahasiswa STKIP AL HIKMAH SURABAYA

Post a Comment

0 Comments