Pukul Empat || Cerita Inspiratif

Hallo Sobat Zahrapedia!

Gimana nih kabar kalian? Semoga senantiasa dikaruniai kesehatan oleh Allah Swt, AAMIIN

Bicara mengenai waktu pasti tak ada habisnya ya guys? Tapi asalkan kalian tahu bahwa waktu itu sangat penting loh.

Setiap detiknya, memiliki arti yang sangat bermakna dalam hidup kita.

Saat waktu telah berlalu, sedikit penyesalan pasti ada.

“Kenapa sih tadi aku ngomong gitu?”

“Kenapa sih tadi aku nggak maksimal?”

Sobat Zapers, Kalian ngomong gitu GAK ADA GUNANYA guys. Lebih baik, jadikan penyesalan itu sebagai pelajaran hidup saja dan jangan terus menerus disesali.

Segera ubah kebiasan kalian mulai dari sekarang!

Yuk Simak Cerita Mengenai Pentingnya Waktu Dibawah Ini...



Cerita Inspiratif - Hujan deras mengguyur kota kembang yang indah ini. Rintikan hujan terdengar syahdu membasahi gendang telinga. Matahari pun sudah terlelap, tertutup awan yang gelap gulita. Waktu juga belum menunjukkan malam tiba. Masih jam 3 sore, namun seperti sudah malam. Aku pun tertipu dengan keadaan. Hari-hari biasa, jam segini aku masih terlelap dalam mimpi indahku. Maklumlah aku termasuk generasi rebahan.  

Cantik, bersih, dan wangi. Itulah keadaan aku sekarang. Iya aku sudah membersihkan badanku sekitar setengah jam yang lalu. Sekarang aku sudah stay tune di depan televisi. Ayah ibu juga masih belum pulang dalam mengais puing-puing rupiah. Aku sempat merasa bersalah tak dapat membantu mereka untuk mengais rejeki itu. Namun, ibuku tak pernah mempersalahkan itu.

“Tugasmu hanya belajar” kata ibu.

 Ibuku adalah sosok yang tangguh. 16 tahun yang lalu ayahku meninggal dunia karena kecelakaan kerja. Sedih rasanya mendengar cerita seperti itu. Namun apalah dayaku, aku hanyalah seorang hamba yang harus ikhlas menerima kenyataan yang ada. Setelah 6 tahun menjadi single parent, akhirnya ibuku memutuskan untuk menikah lagi. Ayah tiriku memang cenderung tempramen dan kasar. Oleh sebab itu, aku menyebut ibuku sosok yang tangguh. Gak semua manusia punya kesabaran luar biasa.

Satu jam berlalu, aku hanya menghabiskan waktuku untuk nonton televisi. Ayah ibuku tak kunjung pulang. Kekhawatiran muncul dalam benak hatiku. Dalam jadwal harian keluargaku, pukul empat adalah waktu yang sangat berharga. Kenapa?

Empat pagi. Waktu yang tepat untuk bangun pagi. Sedangkan pukul empat sore adalah waktu berkumpul dengan keluarga. Dulu, aku sering dimarahin ibu karna jam 4 sore masih belum pulang sekolah.

“Jam berapa ini? Sekolah itu ada jam nya sendiri. Pasti kelayapan gak jelas kamu ya” itulah perkataan ibuku yang sampai saat ini masih membekas dalam otakku. Tapi ternyata jadwal harian keluargaku sangat bermanfaat untuk masa depanku.

Matahari pun sudah mulai terlelap di ujung barat dunia, terdengar suara mobil berhenti di depan rumahku. Sesegera mungkin aku membuka pintu untuk menyambutnya.

“Oh ternyata ayahku, lalu kenapa ibu belum pulang juga ya?” benakku

Setelah memakirkan mobilnya di garasi samping, ayahku menyapaku dengan senyum yang dingin.

“ Kemana ibumu belom pulang?”

“Emmm….. gatau yah. Daritadi aku juga nungguin ayah sama ibu pulang”

“ Dasar wanita gak tau waktu ibumu. Udah jam segini juga. Cepet kamu masuk sana. Ayah mau cari ibumu dulu”

“Iya yah”

Sekarang tinggal aku sendiri di rumah. Bingung juga mau ngapain. Rumah sudah bersih dan masakan pun udah mateng. Tapi tak seorangpun yang nemenin aku di rumah. Okelah ini nasib anak tunggal yang gak punya kakak dan adik.

Tak lama setelah ayah pergi, tiba-tiba ada sepeda motor berhenti di depan rumah. Kuintip dari jendela, aku tak mengenalinya. Orang itu adalah lelaki paruh baya dengan sepeda motor beat berwarna merah. Setelah memarkirkan motor dan melepas helmnya, lelaki itu mengetuk pintu rumah dan mengucap salam. Ragu untuk membukakan pintu. Rasa takut menyelinap dalam perasaanku. Pikiran-pikiran aneh juga memenuhi otakku kala itu. Dengan jiwa pemberaniku, pelan-pelan aku membuka pintu. Lelaki itu tersenyum manis kepadaku

”Kamu Wulan ya? Putri ibu Rumi?”

“Iya pak, ada apa ya dengan ibu saya?”

“Boleh saya masuk dulu? Bapak mau menjelaskan sesuatu”

“Silahkan pak”

Lelaki itu kupersilahkan masuk di ruang tamu. Deg deg an rasanya. Lelaki ini terdiam sejenak. Memandangi diriku dengan mata tajamnya. Sikap lelaki ini semakin membuatku takut saja.

“Ada apa ya pak?” Akhirnya aku memulai pembicaraan itu

“Jadi begini nak…”

“Ibu kamuu….”

“Kenapa ya pak? Nada bicara lelaki paruh baya ini semakin membuatku khawatir dan takut

“ Ibu kamu mengalami kecelakaan tadi sore. Tangan sebelah kanannya mengalami patah tulang dan harus segera dioperasi. Sekarang ibumu sedang dirawat di RS.Pelita Harapan. Perawat disana meminta berkas-berkas untuk kelengkapan administrasinya. Jadi tolong disiapkan dan segeralah kesana ya nak”

DUARR!!! Rasanya syok mendengar kabar buruk ini. Tapi dengan kuat hati aku tetap menutupi kesedihanku dan berusaha tampil setegar apapun di depan lelaki paruh baya itu.

“ Baik pak, saya akan siapkan berkas-berkasnya dan segera kesana bersama ayah saya”

“Segera ya nak, supaya ibumu cepat ditangani dokter”

“Siap pak, saya telpon ayah saya dulu. Tadi masih keluar buat cari ibu saya”

“ Kalau begitu saya pamit ya nak, semoga ibumu cepet sembuh”

“Iya pak terimakasih”

Setelah kepergian lelaki itu, aku segera menelepon ayahku. Tak lama kemudian beliau sampai dan panik mendengar kabar tersebut. Aku pun segera menyiapkan berkas-berkas yang diminta tadi dan segera ke rumah sakit yang dituju.

Sesampainya di rumah sakit. Aku melihat ibuku tergeletak di atas ranjang rumah sakit ternyata masih di IGD. Dokter hanya memberikan pertolongan pertama dan belum mengambil tindakan apapun. Setelah melihat kondisi ibu, aku segera mengurus administrasinya. Kemana ayahku? Aku pun juga tidak tahu. Sesampainya di rumah sakit tadi aku langsung pergi ke IGD untuk menemui ibu.

Administrasi sudah selesai. Ibuku akan dioperasi malam itu juga. Cemas? Pasti. Ayahku tiba-tiba datang membawa beberapa makanan di tangannya. Ia berikan sebungkus nasi kotak buatku. Aku terima saja tapi rasanya lidahku hambar. Nafsu makanku tiba-tiba menghilang begitu saja.

“Lan, makanannya dimakan dong jangan diliatin doang”

Wow. Pertama kalinya ayahku berkata lembut kepadaku.

“ Iya yah” kujawab seadanya saja

Satu jam berlalu…

Ibuku sudah selesai operasi dan dipindahkan ke kamar rawat. Tak lama kemudian beliau juga sudah sadarkan diri. Lega rasanya melihat operasi ibu berjalan dengan lancer.

Untuk beberapa hari, aku memang harus menginap di rumah sakit untuk menjaga ibuku. Aku juga bolos sekolah demi ibu. Kalau bukan aku, siapa lagi yang harus nunggu disini. Ayahku juga harus kerja dan gak mungkin harus cuti hanya untuk menunggu ibu.

Dalam sela-sela kesepian di rumah sakit, tiba-tiba ibuku meminta maaf padauk.

“Lan, ibu minta maaf ya. Kemaren ibu pulang terlalu sore dan jalanan juga licin akhirnya ibu jatuh dari sepeda motor”

“Iya bu, nggak papa. Namanya musibah juga gak ada yang tau bu”

“Sebenarnya, ini alasan ibu memberikan aturan kalo jam 4 sore harus sudah ada di rumah. Musibah gak akan ada yang tau jadi kita harus berhati-hati. Tapi ibu malah melanggar aturan itu”

“Sudahlah bu gaada manfaatnya untuk menyesali kejadian yang udah terjadi. Sekarang ibu harus semangat untuk sembuh ya”

“Terimakasih ya wulan”

“Iya bu sama-sama”

Setelah perbincangan itu, aku pun tersadar bahwa ibu telah mengajariku hal yang sangat berharga. Kejadian ini juga mengajarkanku untuk selalu tegar dan sabar dalam menghadapi musibah.

3 hari kemudian, ibuku sudah diperbolehkan pulang. Waktu itu, ayah menjemput kami sepulang kerja. Jujur, aku kaget dengan perlakuan ayahku sekarang. Beliau menjadi lebih lembut memperlakukan kami. Dalam perjalanan, ayah juga melontarkan candaannya meskipun ada beberapa yang garing sih. Tapi aku senang, kini keluargaku jadi keluarga yang bahagia.

Cerita tadi cukup mengharukan bukan?  Yuk mulai sekarang hargailah waktu dan jangan menyesali kejadian yang sudah terjadi. Percayalah dalam setiap kejadian pasti ada hikmahnya.

SEMOGA BERMANFAAT <3

Post a Comment

0 Comments