Potensi Korupsi dan Urgensi Audit PDP Kahyangan Jember

Source: News.detik.com

Korupsi hingga hari ini masih cukup mengakar kuat di berbagai sektor kehidupan, khususnya di lembaga negara. Birokrasi pemerintah menjadi lahan subur para koruptor dari mulai kelas ribuan hingga triliunan untuk meraup keuntungan finansial di luar hak konstitusionalnya. Masyarakat sejatinya selalu menjadi korban dengan maraknya korupsi di Idonesia. Tentunya berbagai upaya korupsi ini tidak dilakukan sendirian, terdapat berbagai kompromi dan negosiasi dari berbagai pihak.

Dalam konteks yang lebih kecil, Jember sebagai salah satu kota/kabupaten industri perkebunan dan pendidikan di se-tapal kuda, memiliki problem terkait bobroknya manajemen birokrasi sehingga menyebabkan berbagai potensi penyalahgunaan wewenang (korupsi). Hal ini banyak terjadi mulai dari tingkat desa hingga kabupaten/kota. Salah satu perusahaan bangkrut adalah Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember. Kondisi perusahaan yang memproduksi komoditas karet dan kopi ini cukup memprihatinkan.

Berdasarkan informasi yang diwartakan oleh Jawapos radar Jember (15/05), PDP Kahyangan sejak tahun 2013 telah mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Pengelolaan perusahaan begitu buruk, tidak sepertinya era sebelumnya. PDP Kahyangan memiliki 3.800 Hektare lahan, lahan ini idealnya bisa dikelola oleh 1.400 pekerja.  Tetapi yang tercatat saat ini terdapat 2.400 pekerja perkebunan di PDP kahyangan yang menimbulkan pengeluaran yang tidak normal. Kemudian antara pemasukan dan pengeluaran perusahaan tidak balance. Pemerintah Jember menampilkan buruknya manajemen administrasi, baik birokrasi dan dinas terkait.

Urgensi Audit Sistem

Sebagai warga Jember, penulis menyayangkan terkait nasib warga yang bekerja di sana sejak lama, baik buruh harian tetap, tidak tetap, harian lepas, serta karyawan pabrik. Mereka tidak dapat memastikan masa depan pekerjaannya. Kebijakan yang tidak terarah justru semakin memperkeruh keadaan. PDP Kahyangan berdiri sejak tahun 1969 berdasarkan Perda nomor 1 tahun 1969, yang menjadi salah satu aset penting bagi Jember. Tetapi, perhatian terhadap perusahaan tidak sepadan dengan pemasukan yang selama ini diberikan kepada pemerintah Jember.

Dalam konteks yang lain, pemerintah Jember dalam manajemen birokrasi data kependudukannya sangatlah buruk, begitu berbelit-belit dan mal-administratif. Berbeda dengan kabupaten tetangganya, seperti Lumajang, Banyuwangi dan Bondowoso yang secara pelayanan masyarakat sangatlah aksesibel. Bobroknya manajemen birokrasi di Jember hingga saat ini salah satunya adalah dampak dari otoritarianisme kebijakan bupati Jember, dr. Faida terhadap dinas-dinas yang di bawahnya.

Kemudian selain itu, kebijakan yang berefek jangka panjang dan mampu menstimulus ekonomi PDP tidak banyak diindahkan oleh pemerintah Jember. Bahkan sebelumnya, terdengar wacana dari Bupati Jember terkait penjualan PDP Kahyangan kepada pihak swasta. Jika demikian, aset berharga Jember yang sejak lama menjadi pemasukan besar ini akan hilang untuk selamanya. PDP Kahyangan merupakan aset besar dan investasi jangka panjang untuk kota tembakau ini.

Untuk itu, dalam konteks penyelesaian yang terjadi di internal perusahaan menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat untuk turut andil. Saat ini, pemerintah pusat harus segera melakukan audit kelembagaan dan manajemen keuangan dari atas hingga ke bawah, khususnya di Jember. Permainan kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan bisa dipastikan mudah ditemukan di Jember, apalagi momen Pilkada yang akan berlangsung 9 Desember mendatang. Calon petahana sangat dimungkinkan mengalihfungsikan dana APBD Jember untuk suksesi program Pilkada tersebut.

Dengan demikian, harus ada langkah antisipatif dengan mengaudit sistem yang sudah dilakukan sebelumnya, hal ini sebagai langkah untuk mengurai berbagai pelanggaran administratif di bawah kewenangan Bupati Jember. Karena masa depan masyarakat Jember ada di tangan birokrasi yang baik. Jika masih dibiarkan seperti ini, jangan harap perbaikan-perbaikan di berbagai sektor bisa dilakukan. Karena jelas-jelas ini adalah potensi korupsi yang mudah terjadi serta harus dilakukan pemantauan lebih mendalam oleh berbagai pihak.


Oleh: Ferdiansah Jy (Mahasiswa Jember di Prodi Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)


Post a Comment

0 Comments