Lembayung Jingga || Cerpen 2020

Semburat warna orange yang terpancar dari mega sore ini benar-benar memukau mata, kicauan burung gereja yang berterbangan kesana kemari juga turut meramaikan suasana kali ini, pepohonan rindang yang menjulang tinggi membuat jenak mata memandang, tak luput gemercik suara air sungai di belakang gazebo terdengar indah bersahutan. Mengagumi setiap inchi hasil karya sang pencipta alam semesta benar-benar menyenangakan, Masyaa Allah.

Source: Pinterest.com


Tahun ini cukup menjadi tahun terberat bagi kami para siswa angkatan kelulusan tahun 2020. Euforia kebahagian entah tak terdengar sedikitpun, semua rencana yang sudah terancang rapi harus sirna tak berbekas. Semua usai tanpa pamit, dan rasa kecewa cenderung mendominasi hati kami.

Namun, tak melulu kami mengijinkan rasa itu mencabik-cabik perasaan kami. "Be strong people guys", seru ku untuk menghibur diri.

Dorrrr!!

"Astaga setan...setan!!"  Refleks aku terlonjak kaget dan berkata seperti itu.

Bhawahaahaahaaa!

Nindita tertawa terpingkal-pingkal melihatku seperti orang ketakutan sembari memegangi perutnya yang kram, karena terlampau bersemangat tertawa.

"Apa, lo?" sinisku.

Dia berusaha menghentikan tawanya, tapi ku rasa dia kesulitan menahan tawanya bahkan sampai air matanya berjatuhan. Rasakan itu.

"Itu...iii."

"Apa sih ngomong yang jelas dong. Itu itu apaan?"

"Itu sekolah pelatihan kerjanya udah kembali beroperasi lagi kaya biasanya, sekarang kan udah New Normal."

"Oh."

"Hah. Apa lo bilang tadi? Udah buka? Beneran?"

"Dua rius malah. Beneran gak boong ih aku."

"Oke. Besok aku dateng deh ke situ. Maaciwww  zheyenggg infonya. Jadi makin sayang kalo gini."

"Dih. Gitu ya kalau seneng." Sarkas Nindita

Kami pun menertawakan kekonyolan dan kebodohon yang kami ciptakan sendiri. Nindita lah sosok yang selalu ada di sampingku seperti halnya kedua orang tuaku, baik dalam canda tawa maupun duka air mata dia selalu menyamai langkahku dan berada di sisiku , dia yang merangkulku ketika aku jatuh dan menyemangati ku ketika aku terpuruk, bahkan jika aku merasa tak sangup untuk bangkit dia juga yang akan memberiku energi positif untuk tetap bisa bangkit dan yang paling aku syukuri darinya, dia selalu mengingkatkan ku untuk tidak terus berprasangka buruk pada Sang Pencipta diri kita. Dimana kita harus menerima semua takdir yang Allah beri dengan ikhlaas dan tabah.

Belum usai kesedihanku mengingat aku tak bisa melanjutkan pendidikanku ke bangku perkulihan. Untuk alasannya klise memang, semua hanya karena uang. Memang benar walau memiliki tekad dan mimpi yang kuat jika salah satu penopangnya tidak ada, maka tidak akan terwujud pula, dan opsi terkahir yang bisa kita pilih ya harus banting stir ke rencana lainnya. Sungguh miris, mereka yang berduit dengan segala fasilitas semua terpenuhi tinggal menjalani bangku kuliah malah mereka sia-siakan dengan bermain dan mengikuti tren tanpa mengindahkan tujuan awal mereka ada di bangku kuliah. Sedangkan posisi orang bawah, keinginan mengenyam bangku kuliah itu sangat mereka dambakan, dengan tekad dan semangat 45 mereka berjuang mati-matian untuk bisa mengejar gelar sarjana hanya untuk sekedar bisa merubah nasib menjadi baik. Dari mulai mencari beasiswa bahkan kerja paruh waktu mereka lakukan, tapi semua kadang tak sebanding dengan hasilnya.

Untuk itu aku harus tetap bangkit dan memilih jalan lain lagi. Walau tak bisa berkuliah aku tetap bisa sukses kan?

Masih banyak jalan menuju Roma bukan?

Dan yang ku pegang saat ini. Sukses bukan hanya karena gelar Sarjana, melainkan semua bisa sukses dengan jalan yang lain asal ada kemauan dan tekad.

Terimakasih untuk diriku yang sudah mau berdiri tegak lagi untuk bersiap berjuang mengapai kesuksesan.

Untuk kedua orang tuaku dan sahabatku, tolong tetap berada di sisi ku agar aku mampu melihat senyum hangat kalian dan binar percaya dari bola mata indah kalian kalau aku bisa sukses walau bukan dengan gelar Sarjana.

Dan untuk moment perpisahan kita yang tidak terlaksana, semoga kelak di ganti dengan hal yang lebih indah dari apapun. Tetap semangat teman-temanku, kenanglah tahun ini sebagai tahun bersejarah bagi masa putih abu kita.

Detik ini, menit ini. Aku, Amerra Nirmala akan tetap berjuang demi masa depan yang cerah agar bisa mencapai definisi bahagia yang manusia agung-agungkan. Di temani secangkir kopi vanila latte, aku mengukir senyum hangat di bibirku, bersamaan itu senja pergi membawa anganku dan esok akan terganti dengan sinar cantik Sang Baskara yang siap menemani langkah ku.

#ZahrapediaBerkarya

Karya : Rina Vilanta 

Post a Comment

2 Comments