![]() |
Aloe Vera |
Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. Organ ini berperan sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain dengan mengatur keseimbangan air serta elektrolit, termoregulasi, dan berfungsi sebagai barrier terhadap lingkungan luar termasuk mikroorganisme. Saat barrier ini rusak karena berbagai penyebab, seperti ulkus, luka bakar, trauma, atau neoplasma, maka kulit tidak dapat melaksanakan fungsinya secara kuat. Oleh karena itu sangat penting untuk mengembalikan integritasnya sesegera mungkin.
Penyembuhan luka melibatkan serangkaian kompleks interaksi antara jenis sel yang berbeda, yaitu mediator sitokin dan matriks ekstraselular. Fase penyembuhan luka yang normal termasuk hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodelling. Setiap fase penyembuhan luka berbeda, meskipun proses penyembuhan luka kontinyu, dengan setiap fase tumpang tindih berikutnya.
Baca Juga Faktor Penyebab Diare Pada Anak
Terdapat empat fase penyembuhan luka, yaitu sebagai berikut :
1. Cedera jaringan menginisiasi respon yang pertama, yaitu membersihkan luka jaringan yang melemah dan benda asing, mengatur tahap penyembuhan, dan regenerasi jaringan. Respon vaskular awal melibatkan vasokonstriksi dan hemostasis periode singkat dan sementara. Selama 510 menit periode vasokonstriksi yang intens diikuti vasodilatasi aktif disertai dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Agregasi trombosit dalam bekuan fibrin mensekresi berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin yang mengatur tahap untuk mengarah ke perbaikan jaringan.
2. Tahap kedua dari penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi yang mengakibatkan eritema, pembengkakan, dan hangat, dan sering timbul rasa sakit. Respon inflamasi meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, yang mengakibatkan migrasi neutrofil dan monosit menuju jaringan sekitarnya. Neutrofil menelan debris dan mikroorganisme, menjadi pertahanan pertama terhadap infeksi. Migrasi neutrofil berhenti setelah beberapa hari pertama pascacedera jika lukanya tidak terkontaminasi. Jika fase inflamasi akut ini berlanjut karena luka hipoksia, infeksi, kekurangan gizi, penggunaan obat, atau faktor lainnya yang berhubungan dengan respon imun pasien, dapat mempengaruhi fase inflamasi menjadi lambat. Pada fase inflamasi yang terlambat, monosit dikonversi menjadi makrofag dalam jaringan, yang memakan dan membunuh bakteri patogen, membersihkan debris jaringan, dan menghancurkan neutrofil yang tersisa. Makrofag memulai transisi dari peradangan luka menjadi perbaikan luka dengan mengeluarkan berbagai kemotaksis dan faktor pertumbuhan yang merangsang migrasi sel, proliferasi, dan pembentukan matriks jaringan.
3. Fase proliferasi berikutnya didominasi oleh pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Durasinya tergantung pada ukuran luka. Kemotaktik dan faktor pertumbuhan dilepaskan dari trombosit dan makrofag merangsang migrasi dan aktivasi luka fibroblas yang menghasilkan berbagai zat penting untuk perbaikan luka, termasuk glikosaminoglikan (terutama hyaluronic acid, kondroitin-4-sulfat, sulfat dermatan, dan sulfat heparan) dan kolagen. Pertumbuhan kapiler baru harus mengiringi fibroblas menuju luka untuk menyediakan kebutuhan metabolik. Sintesis kolagen dan crosslinkage bertanggung jawab untuk integritas vaskular dan kekuatan kapiler baru. Crosslinkage yang salah dari serat kolagen telah bertanggung jawab untuk perdarahan pascaoperasi spesifik pada pasien dengan parameter koagulasi yang normal. Pada awal fase proliferasi, aktivitas fibroblas terbatas pada replikasi dan migrasi sel. Sekitar hari ketiga setelah terluka pertumbuhan massa sel fibroblas mulai melakukan sintesis dan sekresi sejumlah kolagen. Jumlah kolagen meningkat terusmenerus selama kurang lebih tiga minggu. Jumlah kolagen dikeluarkan selama periode ini menentukan ketegangan luka.
4. Tahap akhir dari penyembuhan luka adalah remodelling luka, termasuk reorganisasi serat kolagen baru, membentuk struktur kisi yang lebih terorganisir yang progresif secara terusmenerus meningkatkan ketegangan luka. Proses remodelling berlanjut hingga dua tahun, mencapai 40-70 persen dari kekuatan jaringan yang tidak rusak pada empat minggu.
Lidah buaya termasuk dalam famili Lily (Liliaceae). Tanaman ini telah dikenal sebagai tanaman penyembuh. Lidah buaya telah digunakan untuk tujuan medis tradisional di beberapa budaya selama ribuan tahun. Secara in vitro, ekstrak atau komponen dari lidah buaya merangsang proliferasi beberapa jenis sel. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa pengobatan dengan gel lidah buaya murni dan ekstraknya membuat penyembuhan luka lebih cepat.
Baca Juga Manfaat Binahong Untuk Terapi Acne Vulgaris
Tanaman lidah buaya terdiri dari turunan hidroksil antrasena termasuk aloin A dan B2 dengan jumlah 25-40% dari senyawa chromone dan turunannya seperti resin aloe A, B2, dan C. Senyawa penting lainnya pada tanaman lidah buaya meliputi beberapa gula seperti glukosa, manosa, dan selulosa dan berbagai enzim seperti oksidase, amilase, dan katalase dan juga vitamin yang terdiri dari B1, B2, B6, C, E, dan asam folat, dan mineral seperti kalsium, natrium, magnesium, seng, tembaga, dan krom. Lendir lidah buaya juga terdiri dari beberapa glikoprotein, yang mencegah inflasi rasa sakit dan mempercepat perbaikan. Demikian juga, lidah buaya terdiri polisakarida, yang merangsang penyembuhan luka dan pertumbuhan kulit. Lendir dari tanaman ini dapat digunakan untuk pengobatan internal dan eksternal luka. Lendir lidah buaya mencakup beberapa senyawa seperti vitamin E dan vitamin C dan beberapa asam amino, yang dapat memainkan peran penting dalam percepatan penyembuhan luka sedemikian rupa bahwa percobaan telah menunjukkan bahwa vitamin C dapat berperan dalam peningkatan produksi kolagen dan pencegahan dari sintesis untaian DNA, serta vitamin E sebagai antioksidan yang kuat dalam penyembuhan luka. Lendir lidah buaya memiliki sistem enzimatik antioksidan seperti glutathione peroxidase dan superoksida dismutase, yang mempercepat penyembuhan luka dengan netralisasi efek dari radikal bebas yang dihasilkan di situs luka dan dengan properti anti-inflamasi.
Merujuk kepada beberapa aktivitas farmakologi, dikaitkan dengan tanaman lidah buaya termasuk antiinflamasi, antiarthritis, antibakteri, antijamur, dan efek hipoglikemik. Karena sifat anti bakteri dan anti jamur dari lidah buaya, tanaman ini mencegah terhadap timbulnya ketombe di kepala. Tanaman lidah buaya juga bermanfaat untuk mengontrol infeksi jamur seperti pada penyakit alopecia.15 Efek lain dari lidah buaya yaitu pada bagian gelnya dapat menyembuhkan luka dan trauma kulit lainnya. Demikian pula untuk mengurangi rasa sakit pada lokasi trauma terlihat dengan penggunaan obat ini. Efek kelembaban dari lidah buaya telah dibuktikan dalam bentuk produk topikal dengan baik
Komponen penyembuh berhubungan dengan senyawa yang disebut glukomanan, yang diperkaya dengan polisakarida. Glukomanan mempengaruhi faktor pertumbuhan fibroblas dan merangsang aktivitas dan proliferasi sel dan meningkatkan produksi dan sekresi kolagen. Lendir lidah buaya tidak hanya meningkatkan jumlah kolagen di situs luka, tetapi juga meningkatkan koneksi transversal antar ikatan sehingga sebagai hasilnya mempercepat perbaikan luka.
Baca Juga Nutrisi Untuk Pasien Thalassemia
Alasan ilmiah untuk penggunaan terapi tradisional dalam penyembuhan luka menunjukkan efek yang menguntungkan. Namun, upaya multidisiplin diperlukan untuk membuktikan keamanan, menyelidiki efek samping, dan mengembangkan uji standar terkontrol. Tren saat ini yaitu mengarah ke pengembangan pengobatan perawatan luka yang inovatif, yaitu menggabungkan penggunaan bahan tradisional dan produk modern, seperti nanofibers yang mengandung nanopartikel perak, lidah buaya yang dimuat ke hidrogel alginat, dan hidrogel yang mengandung madu.
Sumber
Artikel ini direview dari jurnal berjudul “Lidah Buaya (Aloe vera) untuk Penyembuhan Luka” yang ditulis oleh Rienda Monica Novyana dan Susianti dalam Jurnal Majority Vol. 5 No. 4 Tahun 2016.
0 Comments