![]() |
Bawang Putih (Allium sativum)
|
Pemberian antibiotik merupakan tatalaksana penting dalam menangani pasien dengan penyakit infeksi. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan dalam praktik perawatan kesehatan, banyak penderita penyakit infeksi yang memerlukan perawatan jangka panjang di rumah sakit. Hal ini menyebabkan pajanan antibiotik oral dan antibiotik parenteral terhadap pasien tersebut semakin meningkat. Hal ini menimbulkan permasalahan baru, yaitu munculnya mikroba patogen yang resisten terhadap antibiotik.
Meningkatnya angka resistensi mikroba terhadap antibiotik ini merupakan salah satu penghambat utama dalam tercapainya hasil pengobatan yang sukses dan pengontrolan terhadap patogenisitas mikroba. Selain itu, antibiotik juga dikenal banyak memiliki efek samping yang sering mengganggu kenyamanan konsumennya. Efek samping itu antara lain ialah rasa lemas, mual, sakit kepala dan lainnya. Oleh karena itu, berkembangnya resistensi terhadap obat serta meningkatnya ketertarikan konsumen terhadap obat-obatan dengan efek samping yang minimal memaksa kita untuk mengembangkan agen antimikroba baru. Untuk menanggulangi masalah tersebut, salah satu usaha yang telah lama dikembangkan dalam beberapa dekade akhir ini ialah dengan mengambil jalan alternatif dengan meggunakan obat-obatan alami berbahan dasar tumbuhan.
Baca Juga: Rambut Rontok? Simak Cara Perawatannya
Penggunaan obat-obatan herbal yang berasal dari tumbuhan dan rempah, apabila dibandingkan dengan obat-obat yang diformulasikan dari bahan kimia, memiliki efek samping yang lebih minimal. Obat-obatan herbal ini juga dapat dibeli dengan harga yang relatif murah, sehingga dengan mudah dapat dijangkau oleh kalangan sosial ekonomi manapun. Oleh karena itu, beberapa tahun belakangan ini, karena manfaatnya yang dinilai tinggi, penggunaan obat-obatan herbal yang berasal dari tumbuhan dan rempah meningkat. Tidak hanya di negara berkembang, namun juga di negara maju. Salah satu tumbuhan yang telah lama dipercaya memiliki aktivitas antibakteri yang cukup baik terhadap berbagai macam bakteri ialah bawang putih (Allium sativum).
Bawang putih (Allium sativum) adalah herba semusim berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. memiliki daun yang berupa helai-helai seperti pita yang pipih, dengan ujung yang runcing, berbatang semu dengan akar serabut. Tanaman ini diyakini berasal dari Negara di Asia Tengah, yaitu Cina dan Jepang yang kemudian menyebar luas ke seluruh dunia, termasuk indonesia oleh pedagang Cina dan Arab. Penggunaan bawang putih sebagai obat-obatan bersifat alami telah lama dipraktikkan oleh manusia selama berabad-abad lamanya.
Kandungan Bawang Putih
Fungsi biologis dan medis bawang putih dan tanaman famili Alliaceae lainnya dikarenakan tingginya kandungan organosulfur yang dimilikinya. Diantaranya ialah alliin, ajoene, dithiin, S-allycysteine dan kandungan enzim yang ada di dalam bawang putih.Bawang putih mengandung setidaknya 33 komponen sulfur, 17 asam amino, dan banyak mineral, diantaranya selenium. Tanaman ini memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi disbanding tanaman famili Lilliceae lainnya. Kandungan sulfur dalam bawang putih inilah yang bertanggung jawab atas berbagai macam manfaat terapeutik bawang putih. Selain itu pula, kandungan sulfur ini pulalah yang memberikan bau khas bawang putih.
Mekanisme Antibakteri Bawang Putih

Diantara banyaknya kandungan sulfur yang terkandung dalam bawang putih, allicin merupakan komponen sulfur yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar, selain itu pula, allicin juga merupakan komponen yang bertanggung jawab atas manfaat terapeutik bawang putih yang lainnya, seperti antijamur, dan antivirus. Allicin yang baru akan muncul dari metabolisme alliin oleh alliinase apabila sebuah bawang putih mengalami kerusakan sel akibat dipotong atau ditumbuk ini dapat menghambat secara total sistesis RNA bakteri, dan menghambat sistesis DNA dan protein bakteri secara parsial. Walaupun dikatakan bahwa sintesis DNA dan protein juga mengalami penghambatan oleh aktivitas allicin, namun perlu diketahui bahwa RNA tetap menjadi target utama aktivitas antibakteri yang dimiliki allicin.
Baca Juga: Lavender: Si Ungu Penyembuh Insomnia
Allicin (Diallyl Thiosulfinate) memiliki sifat yang kurang stabil, oleh karena itu, dalam beberapa jam dalam suhu ruangan, akan kembali mengalami metabolisme menjadi vynilthidiines atau dyallildisulfide atau yang disebut ajoene. Senyawa sulfur ini memiliki aktivitas antibakteri yang bekerja dengan mekanisme yang sama dengan allicin, namun memiliki potensi yang lebih kecil daripada allicin.
Bawang putih juga mengandung komponen minyak atsiri, yang juga memiliki aktivitas antibakteri yang bekerja dengan mekanisme menghambat pembentukan membran sel bakteri. Namun, potensi minyak atsiri sebagai antijamur dikenal jauh lebih besar dibanding potensinya sebagai antibakteri. Satu lagi kandungan bawang putih yang juga diyakini memiliki aktivitas antibakteri ialah flavonoid, yang bekerja dengan cara mendenaturasi proteinyang dimiliki bakteri. senyawa flavonoid ini juga dikenal baik sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan turunan senyawa fenol yang dapat berinteraksi dengan sel bakteri dengan cara adsorpsi yang dalam prosesnya melibatkan ikatan hidrogen. Dalam kadar yang rendah, fenol membentuk kompleks protein dengan ikatan lemah. Yang akan segera terurai dan diikuti oleh penetrasi fenol ke dalam sel, dan menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein. Selain itu pula, fenol dapat menghambat aktivitas enzim bakteri, yang pada akhirnya akan mengganggu metabolisme serta proses kelangsungan hidup bakteri tersebut.
Efektivitas Antibakteri Bawang Putih
Beberapa studi In vitro telah menunjukkan aktivitas bawang putih terhadap banyak tipe bakteri gram negatif dan gram positif, seperti Escherichia, Salmonella, Staphylococcus, streptococcus, Klebsiella, Proteus, Bacillus, Clostridium, dan Mycobacteriumtuberculosis. Pada studi in vitro yang dilakukan pada ekstrak bawang putih yang didapatkan dari bawang putih yang segar, langsung diekstrak tanpa perlakuan tambahan lain. Hasil menunjukkan aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Bahkan terhadap bakteri yang biasanya resisten terhadap antibiotik, seperti Meticillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau strain bakteri yang telah resisten terhadap beberapa pengobatan antibiotik (E. coli, Enterococcus sp., Shigella sp.).
Daya antibakteri bawang putih dikatakan lebih poten terhadap bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus dibanding bakteri gram negatif seperti E. coli dan P. aeruginosahal ini kemungkinan disebakan karena bakteri-bakteri gram negatif memiliki kemampuan untuk untuk memproduksi suatu enzim yang dapat menonaktifkan fitokonstituen dan komponen bioaktif yang dimiliki ekstrak bawang putih. Selain itu pula, selubung bakteri gram negatif yang secara alami memang lebih kompleks disbanding struktur selubung bakteri gram positif mempersulit proses penetrasi agen antimikroba ke dalam dinding sel bakteri gram negatif.
Sumber:
Artikel ini direview dari jurnal berjudul ”ANTIBACTERIAL ACTIVITY of GARLIC (Allium sativum)” yang ditulis oleh Jeanna Salima dalam Jurnal Majority Vol. 4 No. 2 Tahun 2015.
0 Comments