Tafsir al-Misbah: Karya Fenomenal di Indonesia



Tafsir al Misbah sebagaimana yang telah di akui oleh penulisnya, yaitu Quraish Shihab, pertama kali ditulis di Cairo Mesir pada hari jum’at, 4 Rabiul Awal 1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 juni 1999. Dan saat pagi hari di Jakarta, Jum’at 8 rajab 1432H bertepatan dengan 5 september 2003, rampung sudah beliau menghidangkan kepada para pembaca Tafsir Al Qur’an.

Secara lengkap, buku ini diberi nama: Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an yang diterbitkan pertama kali oleh penerbit Lentera Hati bekerjasama dengan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama pada bulan Sya’ban 1421 H / November 2000 M. Quraish Shihab dalam hal ini tidak menjelaskan secara detail tentang term “Al Misbah” ini dipilih lebih disebabkan karena tafsir ini menurut Mohammad Nor Ichwan dan perlu dikonfirmasi ke penulisnya, pertama kali ditulis pada waktu menjelang atau sesudah subuh.

Tafsir ini ditulis beliau saat sedang menjabat sebagai Duta Besar dan berkuasa penuh di Mesir, Somalia, dan Jibuti. Jabatan sebagai Duta Besar ini ditawarkan oleh bapak Bahruddin Yusuf Habibi ketika masih menjabat sebagai Presiden RI. Meskipun pada awalnya beliau enggan untuk menerima jabatan tersebut, namun akhirnya tugas itu pun diembannya.

Pertimbangan lain yang menyebabkan beliau menerima tawaran itu, bisa jadi karena dengan di Mesir lah, tempat almamaternya Universitas Al Azhar beliau dapat “mengasingkan diri untuk merealisasikan penulisan tafsir secara utuh dan serius sebagaimana yang diminta oleh teman-temannya. Di samping itu, Mesir memiliki iklim ilmiah yang sangat subur.

Bahkan, menurut beliau penulisan tafsir secara utuh dan lengkap harus membutuhkan konsentrasi penuh, dan perlu mengasingkan diri seperti di “penjara”. Bahkan, beliau dengan bangga menyatakan dalam halaman penutup Tafsir Al Misbah bahwa ide untuk merealisasikan penulisan tafsir ini secara utuh dan serius juga di motivasi oleh masukan dari beberapa teman-temannya, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenalnya.

Awalnya beliau akan menulis tafsir ini secara sederhana dan tidak berbelit-belit, yaitu tidak lebih dari 3 volume. Namun, ketika beliau memulai menulis membuatnya mendapat kepuasan rohani dan tak terasa mencapai 15 volume. Dengan jumlah yang spektakuler ini tak heran mengapa beliau merasa dalam “pengasingan”. Karena banyaknya volume tak jarang keluarganya ikut membantu mengetik beberapa artikel dan merapikannya, hal ini juga beliau utarakan dalam sekapur sirih dalam Tafsir Al Misbah tersebut.

Sistematika Penulisan Tafsir al-Misbah

Tafsir al-misbah yang ditulis oleh M. Quraish Shihab berjumlah 15 volume, mencakup keseluruhan isi al-Qur’an sebanyak 30 juz. Kitab ini pertama kali diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati, Jakarta, pada 2000. Kemudian dicetak lagi untuk yang kedua kalinya pada 2004. Dari ke-15 volume kitab, masing-masing memiliki ketebalan halaman yang berbeda-beda, dan jumlah surat yang dikandung pun juga berbeda.

Quraish Shihab dalam menyampaikan uraian tafsirnya menggunakan tartib mushafi. Maksudnya, di dalam menafsirkan al-Qur’an, ia mengikuti urut-urutan sesuai dengan susunan ayat-ayat dalam mushaf, ayat demi ayat, surat demi surat, yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Di awal setiap surat, sebelum menfasirkan ayat-ayatnya, Quraish Shihab terlebih dahulu memberikan penjelasan yang berfungsi sebagai pengantar untuk memasuki surat yang akan ditafsirkan. Cara ini ia lakukan ketika hendak mengawali penafsiran pada tiap-tiap surat.

Pengantar tersebut memuat penjelasan-penjelasan antara lain sebagai berikut.

    a) Keterangan jumlah ayat pada surat tersebut dan tempat turunnya, apakah ia termasuk surat Makiyah atau Madaniyah.

    b) Penjelasan yang berhubungan dengan penamaan surat, nama lain dari surat tersebut jika ada, serta alasan mengapa diberi nama demikian, juga keterangan ayat yang dipakai untuk memberi nama surat itu, jika nama suratnya diambil dari salah satu ayat dalam                 surat itu.

    c) Penjelasan tentang tema sentral atau tujuan surat.

    d) Keserasian atau munasabah antara surat sebelum dan sesudahnya.

    e) Keterangan nomor urut surat berdasarkan urutan mushaf dan turunnya, disertai keterangan nama-nama surat yang turun sebelum ataupun sesudahnya serta munasabah antara surat-surat itu.

    f) Keterangan tentang asbabun-Nuzul surat, jika surat itu memiliki asbaban-Nuzul.

Kegunaan dari penjelasan yang diberikan oleh Quraish Shihab pada pengantar setiap surat ialah memberikan kemudahan bagi para pembacanya untuk memahami tema pokok surat dan poin-poin penting yang terkandung dalam surat tersebut, sebelum pembaca meneliti lebih lanjut dengan membaca urutan tafsirnya.

Tahap berikutnya yang dilakukan oleh Quraish Shihab adalah membagi atau mengelompokkan ayat-ayat dalam suatu surat ke dalam kelompok kecil terdiri atas beberapa ayat yang dianggap memiliki keterkaitan erat. Dengan membentuk kelompok ayat tersebut, akhirnya akan kelihatan dan terbentuk tema-tema kecil di mana antartema kecil yang berbentuk dari kelompok ayat tersebut terlihat adanya saling keterkaitan.

Dalam kelompok ayat tersebut, selanjutnya Quraish Shihab mulai menuliskan satu, dua ayat, atau lebih yang dipandang masih ada kaitannya. Selanjutnya dicantumkan terjemahan secara harfiah dalam bahasa Indonesia dengan tulisan cetak miring. Selanjutnya memberikan penjelasan tentang arti kosakata (tafsir al-Mufradat) dari kata pokok atau kata-kata kunci yang terdapat dalam ayat tersebut.

Penjelasan tentang makna kata-kata kunci ini sangat penting karena akan sangat membantu kepada pemahaman kandungan ayat. Tidak ketinggalan, keterangan mengenai munasabah atau keserasian antar ayat pun ditampilkan. Pada akhir penjelasan di setiap surat, Quraish Shihab selalu memberikan kesimpulan atau semacam kandungan pokok dari surat tersebut serta segi-segi munasabah atau keserasian yang terdapat di dalam surat tersebut.

Akhirnya, Quraish Shihab mencantumkan kata ‘Wallah A’lam’ sebagai penutup uraiannya di setiap surat. Kata itu menyiratkan makna bahwa hanya Allah-lah yang paling mengetahui secara pasti maksud dan kandungan dari firman-firman-Nya, sedangkan manusia yang berusah memahami dan menafsirkannya. Quraish Shihab sendiri, bisa saja melakukan kesalahan yakni memahami ayat-ayat al-Qur’an tidak seperti yang dikehendaki oleh yang memfirmankannya, yaitu Allah SWT.

Dari uraian tentang sistematika Tafsir al-Misbah di atas terlihat bahwa pada dasarnya sistematika yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam menyusun kitab tafsirnya, tidaklah jauh berbeda dengan sistematika dari kitab-kitab tafsir yang lain. Jadi apa yang dilakukannya bukanlah hal yang khas dan baru sama sekali. Jika pun ada hal yang perlu dicatat dan digaris bawahi adalah penekanannya pada segi-segi munasabah atau keserasian al-Qur’an. Hal ini dapat dimengerti karena ia memang menekankan aspek itu, yaitu “pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an.

Selanjutnya dari segi jenisnya, Tafsir al-Misbah dapat digolongkan kepada tafsir bi al-ma’tsur sekaligus juga tafsir bi ar-ra’yi. Dikatakan bi al-ma’tsur karena hampir pada penafsiran setiap kelompok ayat yang ditafsirkan itu. Dikatakan bi ar-ra’yi karena uraian-uraian yang didasarkan pada akal atau rasio juga sangat mewarnai penafsirannya.

Metode dan Corak Penafsiran

Metode yang digunakan dan dipilih dari penafsirannya adalah metode tahlili. Namun disisi lain Quraish Shihab mengemukakan bahwa metode tahlili memiliki berbagai kelemahan, maka dari itu beliau juga menggunakan metode Maudhu’i atau tematik, yang menurutnya metode ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya metode ini dinilai dapat menghindarkan pandangan dan pesan al-Qur’an secara mendalam dan menyeluruh menyangkut tema-tema yang dibicarakannya. 

Adapun corak yang dipergunakan dalam tafsir Al-Misbah adalah corak Ijtima’i atau kemasyarakatan, sebab uraian-uraiannya mengarah pada masalah-masalah yang berlaku atau terjadi di masyarakat.

Sumber Penafsiran

Untuk menyusun kitab Tafsir al-Misbah, Quraish Shihab mengemukakan sejumlah kitab tafsir yang ia jadikan sebagai rujukan atau sumber pengambilan. Kitab-kitab rujukan itu secara umum telah ia sebutkan dalam “Sekapur Sirih” dan “Pengantar”. Kitab-kitab yang dijadikan rujukan dapat dijumpai bertebaran di berbagai tempat ketika ia menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Sumber-sumber pengambilan dimaksud di antaranya:

Sohih al-Bukhari karya Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sohih Muslim karya Muslim bin Hajjaj, Nazm al-Durar karya Ibrahim bin Umar al-Biq’i, Fi Zilalal-Qur’an karya Sayyid Qutb; Tafsi al-Mizan karya Muhammad Husain al-Thabathaba’i, Tafsir Asma’ al-Husna karya al-Zajjaj, Tafsir al-Qur’an al-Azim karya Ibnu Katsir, Tafsir Jalailain karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi, Tafsir al-Kabir karya Fakh al-dinar-Razi, al-Kashaf karya az-Zamakshari, Nahwa Tafsir al-Maudhu’i karya Muhammad al-Ghazali, al-Dur al-Manshur karya al-Suyuti, at-Tabrirwa at-Tanwi karya Muhammad Tharir Ibnu Asyur, Ihya’Ulumuddin, Jawahir al-Qur’an karya Abu Hamid al-Ghazali, Bayan I’jazal-Qur’an karya al-Khottobi, Mafatih al-Ghaib karya Fakh al-din ar-Razi, al-Burhan karya al-Zarkashi, Asrar Tartib al-Qur’an, dan Al-Itqan karya as-Suyuti, al-Naba’ al-Azim dan al-Madkhal ila al-Qur’an al-Karim karya Abdullah Darraz, al-Mannarkarya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Rido.

 

Tak heran sumber penafsiran dari tafsir al-Misbah menjadikan banyaknya orang yang mengkonsumsi tafsir tersebut. Selain itu, berbagai alasan lain muncul yang membuat setiap kalangan terpikat oleh sebuah karyanya. Mulai dari penyampaian, sistematika, metode, corak maupun bahasa yang disajikan mudah dimengerti masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, tafsir al-Misbah menjadi buah karya yang fenomenal diberbagai kalangan.

Wallahu’alam.

Sumber:

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Qur’an, Volume 15, (Jakarta: Lentera Hati: 2003)
Dr. H. Mahfudz Masduki, M.A. Tafsir Al-Misbah M. Quraish Shihab Kajian Atas Amtsal Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 

Post a Comment

0 Comments