Faktor Sosial Yang Mempengaruhi Stress Kerja



Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres kerja apabila ia kurang mampu mengadaptasikan tuntutan pekerjaan. Stres kerja merupakan permasalahan yang sangat penting dikarenakan dapat mempengaruhi produktifitas. Pemahaman akan sumber-sumber stres kerja yang disertai dengan pemahaman terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif. Stres kerja merupakan suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahanperubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan.


Stres kerja ini dapat disebabkan faktor sosial, faktor individu dan faktor diluar organisasi. Faktor sosial merupakan faktor yang paling mudah untuk diidentifikasi dan intervensi. Faktor sosial salah satunya adalah beban kerja berlebih. Hal ini menyebabkan tidak tercapainya target atau ekspektasi yang diemban. Selain itu, masalah konflik peran dan tanggung jawab terhadap orang lain berpengaruh pada stres kerja. Stres kerja mempunyai hubungan bermakna dengan gejala gangguan mental emosional melalui stresor tanggung jawab terhadap orang lain. Masa penugasan pada stresor konflik peran dan tanggung jawab terhadap orang lain berisiko terhadap stres kerja. Ketaksaan atau ambiguitas dalam penugasan juga akan menjadikan sumber ketegangan dan stres kerja yang tinggi.


Ilustrasi: Stress Kerja di Kantor


Menurut Nurdini potensi tak berkembang, menurunnya motivasi, kompetensi tak berkembang, tidak terpenuhi standar kinerja yang ditetapkan oleh tempat kita bekerja merupakan dampak yang dapat ditimbulkan oleh stres terkait kerja, yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas kinerja perusahaan secara keseluruhan. Dampak negatif lain akibat stres kerja adalah munculnya tingkah laku negatif seperti merokok, minum minuman keras, mengkonsumsi junk food dan paling parah adalah bunuh diri.


Menurut Beer dan Newman stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan. Menurut Gibson stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai perbedaan individu dan proses psikologis yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, sikap, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan fisik berlebih. Oleh Gibson stres kerja dikonseptualisasi menjadi tiga pendekatan, yaitu stres kerja sebagai stimulus, stres kerja sebagai respon dan stres kerja sebagai stimulus-respon.

Pendekatan pertama memfokuskan pada lingkungan kerja, stres kerja sebagai stimulus, yaitu kondisi dimana mendorong orang untuk melakukan tindakan. Pendekatan kedua melihat stres kerja sebagai respon, yaitu memfokuskan pada reaksi orang terhadap stresor kerja. Pendekatan ketiga mendeskripsikan stres adalah proses yang melibatkan stresor dan ketegangan, tetapi menambahkan dimensi relasi antara orang dan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi kontinyu dan pengaturan (disebut transaksi) antara orang dan lingkungan. Untuk stres kerja sendiri meskipun terdapat berbagai definisi dan perdebatan mengenai pengertian stres kerja, dapat definisikan” interaksi individu dengan lingkungan,” tetapi kemudian mereka memperinci definisi sebagai berikut; ”respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.


Baca Juga: Buah Tomat Sebagai Bahan Alami Pemutih Gigi


Ketiga pendekatan stres kerja tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lain. Menurut pandangan ini stres kerja bukan hanya stimulus atau respon, tetapi respon dimana manusia adalah agen yang aktif menyebarkan efek dari stresor lewat kebiasaan, kognitif dan emosional.


Stres dibagi menjadi dua, yaitu eustress dan distress. Eustress merupakan bentuk stres yang bersifat baik, hal ini memacu kita untuk berusaha lebih keras untuk mencapai tujuan, sedangkan distress merupakan bentuk stres patologis. Konsep ini juga berlaku pada stres kerja. Bila tidak ada stres kerja, tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja cenderung menurun. Ransangan yang terlalu kecil, tuntutan dan tantangan yang terlampau sedikit dapat menyebabkan kebosanan, frustasi, dan perasaan bahwa kita tidak sedang menggunakan kemampuan-kemampuan kita secara penuh. Sejalan dengan meningkatnya stres kerja, kinerja cenderung naik, karena stres kerja membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja, adalah suatu ransangan sehat yang mendorong para karyawan untuk menangapi tantangan pekerjaan. Akhirnya stres kerja mencapai titik stabil yang kira–kira sesuai dengan kemampuan prestasi karyawan. Selanjutnya bila stres kerja manjadi terlalu besar, kinerja akan mulai menurun karena stres kerja menganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikanya. Akibat yang paling ekstrem adalah kinerja menjadi nol, karyawan menjadi tidak kuat lagi bekerja, putus asa, keluar atau menolak bekerja untuk menghindari stres kerja.

Baca Juga: Aktivitas Antibakteri Bawang Putih



Stres kerja dipengaruhi banyak faktor, menurut Greenberg terdapat tiga faktor yang berperan yaitu faktor sosial, faktor individu dan faktor diluar organisasi. Faktor sosial merupakan yang paling berhubungan, terdiri atas sumber intrinsik pekerjaan, peran di dalam organisasi, perkembangan karier, hubungan relasi, dan struktur organisasi serta iklim kerja. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan Gibson, ia berpendapat faktor sosial yang mempengaruhi adalah konflik peran, ketaksaan peran, beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, ketiadaan kemajuan karir dan rancangan pengembangan karir. Hurrel juga mendukung hal ini, ia membagi faktor sosial menjadi lima kelompok besar yaitu tuntutan dari luar organisasi/pekerjaan, peran individu, hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi, serta faktor intrinsik.

Greenberg membagi tiga faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja yaitu, faktor sosial, faktor individu dan faktor diluar organisasi. Faktor individu yang mempengaruhi stres kerja terdiri atas tingkat kecemasan, tingkat neurotisme individu, toleransi terhadap ketidakjelasan dan pola tingkah laku tipe A. Faktor di luar organisasi meliputi masalah keluarga, peristiwa krisis kehidupan dan kesulitan finansial. Sedangkan faktor sosial stres kerja berupa sumber intrinsik pekerjaan, peran di dalam organisasi, perkembangan karier, hubungan relasi, dan struktur organisasi serta iklim kerja.

Pada faktor sosial pertama yaitu yang berasal dari sumber intrinsik pekerjaan, mencakup tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik mencakup kebisingan, vibrasi dan higienitas, sedangkan pada tuntutan tugas mencakup kerja shift/kerja malam, beban kerja, kondisi kerja yang sedikit menggunakan aktifitas fisik, waktu kerja yang sempit dan penghayatan resiko pekerjaan. Pada faktor sosial kedua yaitu peran dalam organisasi, setiap pekerja diharapkan bekerja sesuai perannya yang artinya memiliki tugas dan aturan yang ditetapkan atasannya. Namun demikian tak semua pekerja dapat melaksanakan perannya tanpa ada gangguan. Pada faktor sosial ketiga yaitu pengembangan karir, terdiri dari promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau penurunan tingkat, tingkat keamanan kerja yang kurang, ambisi karir yang terhambat. Promosi dapat menjadi faktor sosial apabila terjadi mendadak, hal ini dikarenakan tidak disiapkannya pekerja untuk promosi. Pada faktor sosial keempat yaitu hubungan relasi, terdiri atas hubungan dengan atasan, tim kerja, bawahan dan kesulitan mendelegasikan pertanggungjawaban. Pada faktor sosial kelima yaitu struktur organisasi dan iklim kerja terpusat pada sejauh mana pekerja mendapat dukungan sosial. Konsep diatas disempurnakan kembali oleh Dwiyanti, ia menambahkan faktor sosial berupa perubahan tipe pekerjaan dan perbedaan nilai kemanusiaan antar pekerja dan atasan. Perubahan tipe pekerjaan sering menjadi stresor akibat tak sesuainya pekerjaan yang diberikan, hal ini biasanya akibat mutasi. Perbedaan nilai kemanusiaan berkaitan pada etik dan moralitas yang dijunjung tinggi.

Baca Juga: Embriologi Dalam Kacamata Islam


Menurut Gibson, faktor sosial stres kerja adalah konflik peran, ketaksaan peran, beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, ketiadaan kemajuan karir dan rancangan pengembangan karir. Sedangkan menurut Hurrel factor sosial pada stres kerja dikelompokkan kedalam lima kelompok besar, yaitu faktor intrinsik dalam pekerjaan adalah yang pertama. Faktor intrinsik adalah tuntutan tugas. Faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya. Lalu yang kedua adalah peran individu. Setiap tenaga kerja mempunyai tugas spesifik yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan dan ekspektasi atasan. Namun tidak semua pekerja dapat melakukannya. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meliputi konflik peran dan ketaksaan peran. Konflik peran adalah keadaan dimana terdapat tugas yang sama pada dua atau lebih individu dalam organisasi. Pertentangan antara tugastugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki berupa nilai-nilai individu dan keyakinannya berbenturan dengan tugasnya. Dalam persepsinya, tugas yang diberikan merupakan bagian tugas orang lain. Tuntutan-tututan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya.

Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.



Sumber:

M. Sultan Tantra D dan TA. Larasati. 2015. Faktor-faktor Sosial Yang Mempengaruhi Stress Kerja. Jurnal Majority Vol. 4 No. 9. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Post a Comment

0 Comments