Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Pengembangan Makanan Halal Berbasis Bioteknologi

REVIEW ARTIKEL JURNAL

Judul Artikel : Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Pengembangan Makanan Halal Berbasis Bioteknologi

Jurnal : Journal of Halal Product and Research

Volume dan halaman : Vol. 2 No. 1, hal. 33-43

Tahun : 2019

Penulis : Hayyun Durrotul Faridah, Silvia Kurnia Sari

Reviewer : Anisatuz Zahro’

Tanggal Review : 14 Mei 2020



1. Pendahuluan

Perkembangan bioteknologi mengalami kemajuan pesat dengan diadakannya berbagai penelitian oleh para ilmuan. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap suatu produk serta ketersediaan makanan, kosmetik, dan obat secara berkelanjutan menjadikan bioteknologi sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan tersebut. Bioteknologi dibagi menjadi dua jenis yakni bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Produk bioteknologi konvensional terdiri dari kecap, keju, yoghurt, kefir, nata, tape dan tempe. Sedangkan produk bioteknologi modern antara lain seperti enzim, glukosa hasil hidrolisis enzimatis, dan beberapa bahan tambahan pangan serta produk hasil rekayasa genetika (Genetic Modified Organism).

Di Indonesia banyak dijumpai berbagai produk makanan tradisional hasil olahan bioteknologi konvensional melalui fermentasi seperti tempe, tapai, dan oncom. Pengolahan makanan tersebut tidak terlepas dari peranan mikroorganisme berupa bakteri, fungi, dan yeast. Pemanfaatan mikroorganisme ini berbeda-beda tergantung pada bahan dasar dan hasil akhir yang ingin diperoleh. Manfaat dari penerapan bioteknologi adalah untuk menghasilkan makanan yang bergizi tinggi, menghasilkan produk makanan dan minuman hasil fermentasi, serta menghasilkan produk bahan penyedap. Seiring perkembangan zaman, kebutuhan akan makanan terus meningkat sehingga perlu diadakannya peningkatan dan perbaikan kuantitas serta kualitas pangan. Penelitian dibidang bioteknologi ini diharapkan mampu meningkatkan nilai guna dan manfaat dari berbagai jenis bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2. Pembahasan

Perkembangan Bioteknologi

Pada masa lalu bioteknologi banyak dilakukan dengan proses yang sangat sederhana. Perkembangan yang pesat dalam bidang bioteknologi baru dimulai ketika Louis Pasteur berhasil menemukan bahwa mikroorganisme dapat melakukan fermentasi. Konsep fermentasi ini kemudian banyak dimanfaatkan masyarakat untuk memproduksi berbagai macam makanan baru secara konvensional dengan memanfaatkan mikroorganisme.

Sedangkan perkembangan bioteknologi modern baru dimulai ketika terdapat penemuan struktur DNA sekitar tahun 1950. Kemudian diikuti pula oleh penemuan-penemuan lainnya dibidang genetika molekuler seperti enzim pemotong DNA, penemuan ekspresi gen, dan DNA rekombinan. Bioteknologi modern lebih menitikberatkan pada proses manipulasi dan rekayasa genetika dengan didukung oleh peralatan yang modern sehingga dapat menghasilkan produk dalam skala industri yang lebih efektif dan efisien.

Mikroorganisme Pada Pengolahan Makanan

Mikroorganisme yang digunakan untuk proses pengolahan makanan bisa berasal dari kelompok bakteri maupun fungi. Bakteri yang digunakan bisa berasal dari kelompok Actinobacteriaceae seperti Bifidobacterium thermophilum, Firmicutes seperti Bacillus, dan Proteobacteriaceae seperti Acetobacter dan Gluconacetobacter. Sedangkan dari fungi bisa berasal dari yeast maupun filamentous fungi.

Bioteknologi Tradisional Berbasis Fermentasi

Fermentasi dikenal sebagai salah satu cara pengawetan makanan tertua di dunia. Pengawetan makanan melalui fermentasi pada bahan mentah telah digunakan sejak sekitar zaman Neolitik (sekitar 1000 tahun SM). Pada tahun 1665, Van Leeuwenhoek dan Hooke mulai mengetahui bahwa fermentasi terjadi akibat aktivitas mikroorganisme alkohol. Pengawetan makanan dengan fermentasi terjadi karena adanya pembentukan metabolit penghambat seperti etanol, asam organik (asam laktat, asam asetat, asam format, dan asam propionat), dan bakteriosin. Selain untuk mengawetkan, fermentasi juga dapat menjadikan perubahan aroma, tekstur, dan rasa pada makanan.

Jika ditinjau dari segi kesehatan, produk fermentasi mampu meningkatkan daya cerna dan kualitas nutrisi makanan, meningkatkan nilai gizi makanan, meningkatkan keamanan makanan melalui penghambatan patogen, serta juga dapat meningkatkan kualitas organoleptik makanan. Makanan fermentasi di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan prosesnya, yaitu: Fermentasi asam laktat (buah, sayur, susu, singkong, dan daging), fermentasi jamur (kedelai, kacang), fermentasi alkohol (beras, singkong), dan fermentasi kadar garam tinggi (ikan, kecap, dan tauco).

Titik Krisis Produk Pangan Bioteknologi

a. Youghurt


Source: Hellosehat.com


Yoghurt terbuat dari susu sapi segar, bakteri starter, pemberi citarasa dan penambahan susu skim sebagai pengental. Bakteri yang digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah kelompok bakteri asam laktat (BAL). Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus merupakan bakteri asam laktat yang paling banyak digunakan dalam industri makanan, terutama dalam budaya starter untuk industri susu, dicampur dengan mikroba lainnya. Pada era modern ini, yoghurt dapat dibuat dengan memanfaatkan kombinasi Lactobacillus acidophilus dengan starter yoghurt Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Seringkali dalam pembuatannya juga ditambahkan bakteri probiotik lain yang menguntungkan dan berguna untuk membantu proses metabolism.

Pembuatan yoghurt dimulai dengan pertumbuhan bakteri Streptococcus thermophillus yang memfermentasi laktosa menjadi CO2 dan asam laktat sehingga menyebabkan suasana menjadi asam. Kondisi ini dapat merangsang pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus acidophilus serta menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang tidak tahan hidup di lingkungan asam. Lactobacillus acidophilus ini dapat memanfaatkan laktosa dan sukrosa untuk aktivitas metabolism. Lactobacillus bulgaricus berperan untuk menghasilkan aroma yang khas sedangkan Streptococcus thermophilus berperan untuk menghasilkan rasa yoghurt.

Secara umum, proses pembuatan yoghurt diawali dengan penentuan total padatan susu, kemudian pasteurisasi (pemanasan) agar susu steril dari bakteri lain, pendinginan, dan kemudian ditambahkan starter bakteri. Untuk menetapkan kehalalan makanan, perlu dicermati titik kritis pada semua tahapan proses mulai dari pemilihan bahan baku (input), proses pengolahan, sampai hasil akhir siap dikonsumsi.

b. Tape


Source: Tribunnewswiki.com


Produksi tape dilakukan melalui proses fermentasi dengan bantuan beberapa jenis mikroorganisme seperti kapang dan khamir (yeast). Kapang menghasilkan enzim amilolitik yang berfungsi memecah amilum menjadi gula yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Kemudian dilanjutkan oleh khamir yang berfungsi merombak sebagian gula sederhana tadi menjadi alkohol. Proses fermentasi tape memanfaatkan respirasi anaerob. Aspergillus sp. memecah amilum menjadi glukosa kemudian diteruskan oleh Saccharomyces cereviceae yang mengubah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida. Selain itu juga dipengaruhi oleh bakteri Acetobacter aceti yang mengubah alkohol menjadi asam asetat sehingga tape terkadang terasa masam.

Hasil akhir dari fermentasi tape menghasilkan karbondioksida (CO2) dan alkohol (C2H5OH) dengan kadar tertentu tergantung jumlah khamir yang digunakan, lama waktu fermentasi dan jumlah glukosa yang terdapat pada bahan.

Menurut komisi fatwa MUI, alkohol ada yang haram dan ada juga yang halal. Alkohol yang haram yaitu alkohol yang terdapat dalam minuman khamr yang memabukkan seperti anggur, tuak, dan sake. Kandungan alkohol dalam minuman keras seperti ini termasuk haram karena mulai awal pengolahan, proses fermentasi, sampai menjadi suatu produk memang dimaksudkan untuk menghasilkan minuman yang memabukkan. Berbeda halnya dengan kandungan alkohol yang terdapat dalam tape. Menurut Fatwa MUI tahun 2003, tape dan air tape tidak termasuk dalam kategori khamr, kecuali apabila memabukkan (Fatwa MUI Nomor 4 tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal).

Dalam islam, yang haram dikonsumsi adalah khamr. Khamr merupakan istilah untuk setiap zat yang memabukkan. Contohnya adalah minuman keras. Minuman dengan kandungan etanol minimal 1% termasuk dalam kategori khamr. Khamr mengandung alkohol namun, alkohol belum tentu khamr. Termasuk didalamnya adalah tape, walaupun tape mengandung alkohol namun, alkohol tersebut tidak memabukkan orang yang mengkonsumsinya.

c. Keju


Source: Hellosehat.com


Keju merupakan salah satu produk bioteknologi yang berasal dari penggumpalan protein susu. Produk keju dibuat melalui fermentasi dengan bantuan mikroorganisme Streptococcus thermophilus, Lactococcus lactis dan Leuconostoc mesenteroides. Titik kritis kehalalan keju berasal dari bahan baku. Susu bisa berasal dari sumber hewani maupun nabati. Ketika susu bersumber dari nabati seperti kedelai yang halal, maka bisa dipastikan bahwa keju tersebut halal. Namun ketika susu berasal dari sumber hewani, maka perlu diperiksa terlebih dahulu. Jika berasal dari hewan yang halal dikonsumsi seperti susu sapi, kambing, kerbau, unta, atau domba, maka produk susu hewan tersebut halal. Keju menjadi tidak halal ketika diproduksi dari susu hewan yang tidak halal.

Kedua, dalam proses koagulasi (pengendapan) ditambahkan agen pengental seperti rennet, asam laktat, atau ekstrak tanaman. Terdapat dua metode koagulasi yaitu secara enzimatis dan mikrobiologi. Secara enzimatis dilakukan dengan penambahan enzim renin yang berasal dari rennet hewan ruminansia. Rennet adalah ekstrak abomasum anak sapi yang belum disapih atau juga bisa berasal dari mamalia lainnya. Rennet mengandung enzim renin yang berperan menggumpalkan susu. Rennet dikategorikan halal, jika rennet berasal dari hewan halal dan proses penyembelihan sesuai dengan syariat islam. Namun jika tidak memenuhi dua syarat tersebut, maka belum bisa dikategorikan halal. Metode kedua yaitu mikrobiologi dengan menggunakan bakteri asam laktat. Penggunaan metode secara mikrobiologi ini halal, namun produk keju menjadi tidak halal apabila bakteri asam laktat yang digunakan untuk produksi keju ditumbuhkan pada media yang tercampur bahan haram.

d. Sayur Asin


Source: Lifestyle.okezone.com


Sayur asin merupakan makanan yang cukup terkenal di Indonesia khususnya di Jawa Tengah. Bahan untuk membuat sayur asin umumnya berasal dari sawi, kubis, dan genjer. Sayur asin dihasilkan melalui proses fermentasi asam laktat yang sebagian besar prosesnya memanfaatkan bakteri asam laktat (BAL) yang secara alami ada pada tumbuhan tanpa penambahan kultur starter. Proses pembuatan dilakukan dengan perendaman sayuran di dalam larutan garam dengan penambahan air tajin sebagai sumber karbohidrat bagi bakteri yang berperan.

Penambahan garam berfungsi untuk menyeleksi bakteri yang dikehendaki sehingga memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme tertentu dan mengeluarkan kandungan air yang terdapat dalam jaringan sayuran secara osmosis. Sedangkan penambahan air tajin digunakan sebagai substrat tambahan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang akan melakukan proses fermentasi. Bakteri tersebut menggunakan komponen karbohidrat sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya dan memanfaatkan komponen vitamin dan mineralnya sebagai koenzim dan kofaktor. Garam dan asam laktat hasil dari fermentasi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme kontaminan serta memperlambat pelunakan jaringan sayuran. Fermentasi ini menghasilkan perubahan karakteristik asam pada sayuran.

Fermentasi pada sayur asin memanfaatkan beberapa mikroorganisme diantaranya Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis, Pediococcus cerevisiae, dan Lactobacillus plantarum. Pada awal proses fermentasi Leuconostoc mesenteroides akan tumbuh dengan cepat dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain serta meningkatkan produksi asam dan CO2 yang menjadikan pH semakin rendah. Selanjutnya bakteri Lactobacillus brevis, Pediococcus cerevisiae, dan Lactobacillus plantarum yang memiliki kemampuan hidup di lingkungan asam akan memproduksi asam laktat, CO2, dan asam asetat.

e. Genetically Modified Organism (GMO)


Source: Homeremedies.org


Rekayasa genetika merupakan sebuah proses pengubahan DNA suatu organisme yang dilakukan dengan menggabungkan DNA dari dua spesies yang berbeda. Penggabungan antara gen bakteri dengan gen hewan, gen bakteri dengan gen tumbuhan, atau gen hewan dengan gen hewan lain untuk menghasilkan sifat unggul yang tidak bisa didapatkan melalui persilangan secara tradisional. Teknologi ini juga banyak diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya pertanian.

Penggunaan isolat mikroba berguna untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Pada tanaman pangan biasanya digunakan Mikoriza, Rhizobium, dan Aspergillus yang dapat meningkatkan efisiensi pupuk serta meningkatkan hasil produksi padi, kedelai, dan kacang tanah. Ada tiga kondisi yang cukup mengkhawatirkan produk rekayasa genetika yakni reaksi alergi (alergisitas), transfer gen, dan outcrossing. Peraturan perundang-undangan tentang keamanan hayati telah dikeluarkan untuk mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Sebelum dipasarkan, produk bioteknologi pertanian hasil rekayasa genetik (PBPHRG) diuji terlebih dahulu. Pengujian dilakukan secara bertahan di fasilitas uji terbatas (biosafety containment) mulai dari tingkat laboratorium, rumah kaca hingga lapangan terbatas.

Menurut islam, melakukan rekayasa genetika terhadap hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme diperbolehkan (mubah) asalkan terdapat aspek kebermanfaatan, tidak membahayakan terhadap manusia maupun lingkungan, serta tidak menggunakan gen atau bagian dari tubuh manusia. Sedangkan pada produk hasil rekayasa genetika, yang biasa disebut Genetically Modified Food (GMF), maka berstatus halal asalkan bermanfaat, tidak membahayakan, dan jika berasal dari hewan maka hewan tersebut harus dalam kategori ma’kul al-lahm (jenis hewan yang dagingnya halal dikonsumsi). Media pertumbuhan bakteri juga perlu diperhatikan kehalalannya, tidak tercampur oleh bahan yang haram. Begitu pula gen yang disisipkan harus berasal dari yang halal (Fatwa MUI No. 35 Tahun 2013 tentang Rekayasa Genetika dan Produknya).

3. Kesimpulan

Bioteknologi memadukan teknologi dengan bantuan makhluk hidup misalnya mikroorganisme. Bakteri dan jamur banyak digunakan dalam pengolahan makanan melalui proses fermentasi seperti fermentasi asam laktat, fermentasi jamur, fermentasi alkohol, dan fermentasi kadar garam tinggi. Sedangkan bioteknologi yang menggunakan teknik rekayasa genetika memanfaatkan plasmid bakteri untuk menyisipkan gen yang diinginkan. 

Untuk menjamin kehalalan produk makanan hasil bioteknologi harus memperhatikan keseluruhan proses produksi baik bahan baku, proses pengolahan, maupun penyimpanan yang harus terbebas dari bahan tidak halal. Lebih ringkasnya yaitu dengan memperhatikan titik kritis kehalalan produk. Hal ini perlu dilakukan terutama oleh para produsen makanan untuk menjamin halal nya produk yang beredar. Selain itu juga sebagai upaya untuk merealisasikan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). 

4. Kelebihan

a. Bahasa yang digunakan sangat ringan dan mudah dipahami.

b. Disajikan daftar produk makanan dari bioteknologi beserta organisme yang berperan di dalamnya.

c. Referensi sangat banyak sehingga dapat mendukung topik yang sedang dibahas (satu kalimat dapat menggunakan referesi lebih dari satu).

d. Penjelasan tentang contoh-contoh produk makanan halal dari bioteknologi dijelaskan secara rinci, jelas, to the point, dan mudah dimengerti.

5. Kekurangan

a. Untuk pembahasan, masih membahas bioteknologi secara umum dan produk makanan halal dari biotelnologi yang dibahas hanya beberapa jenis saja (youghurt, tape, keju, sayur asin, Genetically Modified Organism (GMO).

b. Untuk penulisan sitasi, antara nama penulis dan tahun terbit tidak dipisahkan dengan tanda koma (,).

Post a Comment

1 Comments

  1. Aku baru tahu ada sayur asin di indonesia. Jadi penasaran sama rasanya

    ReplyDelete