Sekadar Hatiku dan Hatinya || Cerpen 2020

Source: Pinterest.com

Hatiku rasanya ingin meledak saja!

Bagaimana tidak, sekarang aku berada tepat di depannya, dan lebih parahnya, sedang berdansa dengannya!

Kurasa dia mabuk? Karena bagaimana mungkin seorang bintang, seorang artis pendatang sepertinya malah memilih berdansa denganku yang hanyalah adik dari asisten rumah tangganya?!

Aku benar-benar merasa gugup, dan untungnya bisa menyembunyikan perasaan itu dengan cukup baik.

Sedari tadi banyak pasang mata yang mencuri pandang ke arah kami, dan jujur itu membuatku makin merasa tak pantas berada di samping Lucas. Untungnya pesta ini bersifat tertutup sehingga media tak memotret sembarangan dan menyebarkan berita aneh yang bisa saja memicu kontra mengingat Lucas ini aktor sekaligus penyanyi pendatang yang benar-benar lagi ngetrennya, tengah naik daun.

Sampai kurasa mulutku dengan telinganya berdekatan, aku berbisik, "Apa kau mab--"

"Kau sangat cantik," bisiknya memotongku.

Jantungku makin terpompa dengan gila, dan perlahan aku menelan salivaku.

"Kakakku pandai mendandani orang," elakku seraya menjauhkan mulut dari telinganya, namun segera terhenti begitu satu tangan besarnya menangkup rambutku, kepala bagian belakangku, dan menahan posisiku.

Mataku terbelalak tentunya, sangat terkejut karena perbuatannya. Bayangkan, tangannya sekarang dengan lihai menyelip ke sela-sela rambutku, dan sedikit menekan kepalaku untuk semakin dekat dengannya.

Ini sungguh gila!

"A-apa kau mabuk?" tanyaku mulai tak bisa menyembunyikan kegugupanku.

"Kenapa kau berfikir begitu?" tanyanya balik.

Pompaan di jantungku makin menggila sampai rasanya ingin meledak saja. Karena tak bisa dipingkiri, dibalik semuanya, aku sungguh menyukai pria ini. Pria gagah yang dengan hebatnya mampu menguarkan auranya yang sangat sesuatu sewaktu menyanyi di atas panggung atau berakting di balik layar. Aku sungguh mengidolakannya dan sekarang idolaku memperlakukanku seperti ini, siapa yang tidak gila?!

"Kau mabuk. Aku akan membuatkan teh lemon untukmu," ujarku hendak melepaskan diri dengan cara tak terkentara. Karena sungguh, aku bisa mati deg-degan jika kami dalam posisi seperti ini dengan jangka waktu lama.

"Aku sadar. Aku tak mabuk," jawabnya dengan suara husky-nya yang kuyakin akan melelehkan hati siapapun yang mendengarnya, termasuk aku yang rasanya ingin lenyap saja saking melting plus ketidak-pedean yang begitu besar.

Setelahnya, dia menuntunku untuk melanjutkan dansa dengan posisi tangannya yang masih di sela rambutku.

Aku merasa susah bernafas, terutama begitu dia mulai mengusap rambutku pelan dengan lembut. Ya Tuhan, apa ini?! Aku benar-benar ingin menghilang dari sini, merasa tak pantas diperlakukan seperti ini melihat status kami yang entah bagaikan apa, juga penampilan kami yang berbeda 180°—diriku kelewat sederhana, dan dia yang kelewat mewah. Fikiran negatif juga terus berseliweran di kepalaku, "Apakah ini sebuah prank?", "Setelah ini, apa dia akan menyiramku dengan air?", "Dia ini menganggapku murah ya?", "Apa kakakku akan dipecat setelah ini?" Dan segala pikiran lainnya. Membuatku makin susah bernafas saja rasanya.

Tak lama berdansa, dia mendekatkan wajahnya ke telingaku dan berbisik, "aku menyukaimu, sejak lama."

Dan jantungku berhenti pada saat itu juga.

"Kenapa? Kau tak percaya?"

Aku mengerjapkan mata cepat, dan mulai kembali bernafas, menyadarkan diri secepat mungkin.

"Kau bisa istirahat dulu, aku akan buatkan teh lemon. Kau pasti mabuk hehe," ujarku dengan tawa kecil hambar yang penuh kecanggungan.

Aku membelalakkan mataku begitu dia menghentikan dansa kami dan menarik pelan kepalaku, mendekatkan wajahnya hingga berjarak beberapa senti saja dari wajahku. Lebih gilanya, tangan satunya yang tadi berada di sela rambutku, kini turun ke pinggang, dan dengan perlahan, kedua tangannya menarikku semakin mendekat kepadanya sampai hidungnya hampir bertemu dengan hidungku. Aku sendiri terfokus menatap mata teduhnya yang seakan menghipnotisku.

Saat itu juga semua berhenti menari dan memilih memfokuskan perhatian pada kami. Badanku gemetar pada detik itu juga. Ini benar-benar di luar dugaan! Dapat pergi ke pesta ulang tahunnya saja adalah sebuah keberuntungan luar biasa bagiku, apalagi bisa menari bersama dan dengan— semua hal gila ini! Aku bukan hanya luar biasa senang, tapi luar biasa malu dan merasa tak layak mengingat semua hal bertolak belakang antara dirinya dengan diriku, yang menjadi sekat tipis tersendiri.

"Mereka akan menjadi saksi," ujarnya mulai bersuara normal sehingga bisa didengar oleh semua orang. Tatapannya padaku begitu dalam, membuat tatapanku ikut menyelami manik kelamnya.

"Aku akan menyatakan pengakuanku. Dengar ini, aku menyukaimu sejak lama," akunya.

Aku hanya bisa terdiam membeku. Perasaanku sendiri tercampur aduk. Situasi apa ini? Bagaimana aku harus menanggapinya?

"Kau lupa? Aku Lucas. Sahabat kecilmu," ujarnya yang langsung menohok hatiku.

"Lucas?" sebutku tanpa sadar.

Dia tersenyum tipis.

"Kau melupakanku," keluhnya dengan wajah melembut. Perlahan, dia makin mendekatkan wajahnya ke arahku hingga hidung kami benar-benar bersentuhan. Semua orang memekik gemas. Oh please, aku hanya tahu ini di sebuah cerita novel, atau drama Korea. Ini terasa tak nyata dan dramatis sekali! Aku hampir selalu menyangkal kalau ini mimpi dan aku harus bangun secepatnya sebelum aku menjadi gila. Tapi tidak, ini nyata! Hidungku benar-benar merasakan hidungnya, dan hembusan nafasnya juga terlalu nyata untuk menyapu wajahku.

Dan aku hampir mati kehabisan oksigen!

"Aku, Lucas Wong, mencintaimu. Kau cinta pertama dan terakhirku," lanjutnya yang membuat badanku mulai merasa lemas dan goyah. Namun tangannya yang berada di pinggangku menguat, menahan bebanku hingga aku tak benar-benar terjatuh lemas.

Tatapan mata kami sekarang sungguh hanya berjarak sepanjang dua hidung, dan aku makin kesulitan bernafas saking gugupnya.

"Maukah kau jadi kekasihku?"

FIN.



Karya: Piupile - Nganjuk

Post a Comment

0 Comments