Menebar Kebaikan : Berbuat Dengan Baik, Ikhlas Dalam Memberi





“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah


Tentunya sahabat sekalian sudah tidak asing lagi mendengar ungkapan di atas, bukan? Atau bahkan sering mengucapkannya?



Ungkapan di atas merupakan anjuran atau ajakan bagi kita semua, bukan hanya umat Islam saja, tetapi semua umat manusia, untuk saling perduli dan berbagi kepada sesama terlebih kepada orang-orang yang sangat membutuhkan. Karena manusia adalah ciptaan terbaik Allah, khalifah di bumi, maka sudah semestinya manusia memanfaatkan hidupnya untuk hal-hal yang baik dan diridhai oleh Allah, salah satunya yaitu dengan berbagi. 

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqoroh (2) ayat 177 :

"Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 177)

Berdasarkan ayat di atas, salah satu kebaikan yang diterangkan oleh Allah adalah memberikan harta yang dicintainya kepada orang yang membutuhkan dan juga menunaikan zakat.

Zakat merupakan salah satu cara berbagi yang diwajibkan oleh Allah, dan termasuk dalam rukun Islam yang ketiga. Zakat wajib dikeluarkan oleh seseorang untuk mensucikan dirinya (zakat fitrah), yang wajib dikeluarkan saat memasuki bulan Ramadhan sampai terbitnya matahari di tanggal 1 Syawal. Zakat wajib dikeluarkan oleh si pemberi zakat (muzakki) kepada orang yang berhak menerima zakat (amil zakat) yang terdiri atas 8 asnaf / golongan.

Zakat merupakan kewajiban bagi orang yang sudah merasa mampu untuk menunaikan syaratnya, sedangkan berbuat kebaikan dapat dilakukkan bagi siapa pun dan kapanpun itu. Namun pada zaman saat ini masih banyak orang yang susah untuk berbuat kebaikan, mereka merasa jika berbuat kebaikan itu harus dengan banyak materi.

Kebaikan berbagi tentunya sangat banyak sekali, tidak harus dengan hal yang mahal. Salah satu contoh berbagi yang paling sederhana yaitu saat kita membeli suatu barang dagangan dari orang yang mungkin terbilang sangat membutuhkan, niatkan bukan karena kita butuh tetapi untuk saling berbagi dan meringankan beban mereka. Setidaknya mereka sudah berusaha mencukupi hidupnya dengan jalan yang halal, bukan dengan meminta-minta. Dan apabila mempunyai rejeki lebih, cobalah berbagi dengan cara mengikhlaskan atau memberikan sebagian uang kembalian kita kepada orang yang kita beli dagangannya, pastilah mereka akan merasa senang dan senyum pun merekah di wajahnya.

Contohnya


Di sebuah desa bernama suka maju, hidup seorang kaya yang dikenali banyak orang. Pak Amir namanya. Beliau selalu memamerkan hartanya pada orang-orang. Pak Amir selalu terlihat ingin wah dan dipandang selalu oleh orang-orang.
.

Suatu waktu, ada penggalangan dana untuk membuat masjid.

"Assalamualaikum, Pak. Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar," Sapa Maman petugas penggalangan dana.

.
"waalaikumsalam. Ada apa Maman?" 
.
"Saya ke sini mau meminta seikit sumbangan dari Pak Amir untuk berkenan menyumbang sedikit hartanya untuk masjid ini."
.
"Memangnya sudah banyak yang menyumbang belum?"
.
"Alhamdulillah sudah, Pak," jawab Maman.
.
"Yang paling banyak siapa?" pertanyaan Pak Amir membuat Maman merasa tidak enak.
.
"Mohon maaf sebelumnya Pak, Saya tidak bisa menyebutkan siapa itu. Tapi ada seseorang yang menyumbang lebih dari 10 Juta."
.
"Wah. Saya akan menyumbang 20 juta kalau begitu," ujar Pak Amir dengan menggebu-gebu.
.
"Pak Amir tidak perlu seperti itu, Pak. Se ikhlas pak Amir saja."
.
"Loh, saya harus lebih besar dari yang lain. Malu nama saya kalau hanya menyumbang sedikit," ucapnya lalu pergi mengambil uangnya di dalam.
.
Beliau kembali dengan amplop tebal yang dibawanya.
"Ini 20 juta. Jangan lupa ditulis nama saya. Kalau perlu nanti disiarkan lewat pengeras suara masjid," kata Pak Amir.
.
"Baik, Pak. Terimakasih. Saya mohon izin mau keliling dulu," pamit Maman lalu pergi dari rumah besar pak Amir.
.
Keesokan harinya, terdengar suara dari pengeras suara masjid yang hendak dibangun itu. Mengumumkan berapa pemasukan yang ada.
.
Nama Pak Amir disebutkan. Membuat pria berkumis itu menampakkan kesombongannya.
"Lihat kan, bu. Mana ada yang bisa menandingi kekayaan Bapak. Bapak nyumbang paling besar," ujar Pak Amir pada istrinya yang sedang berkumpul dengan anak-anaknya juga.
.
"Tapi kan seharusnya tidak usah begitu, Pak," lirih bu Ina--Istri Pak Amir--
.
"Ya harus, Bu. kita harus lebih dipandang oleh orang-orang."
.
"Tapi, Pak. kata guru ngaji Lani, kita tidak boleh menyombongkan apa yang kita punya pak. Karena kata pak ustad, semuanya itu milik Allah," celetuk Lani anak terkecil dari Pak Amir. 
.
Pak Amir terkejut mendapati penuturan anaknya itu.
Ia malu dan akhirnya sadar, perbuatannya selama ini salah.
Ia selalu ingin dilihat oleh banyak orang. Niat baiknya malah terkikis karena kesombongan dan rasa gila hormat itu.


Dari cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa berbuat baik bukan tetang seberapa banyak kalian mengeluarkan harta, namun seberapa besar keikhlasan kalian. karena "Sebesar Keikhlasanmu sebesar itu juga keuntunganmu".



Begitu pula telah banyak disebutkan dalam hadist, salah satunya.



Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat (ikhlas karena Allah) dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat (bukan karena Allah)” (HR. Imam Muslim). 

Maka dari itu kita harus berbuat baik dengan niat yang ikhlas, mari menebar kebaikan bersama karena kita diciptakan untuk saling berbuat baik didunia ini.




“ Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa ”

Post a Comment

0 Comments